BACAKORAN.CO - Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengambil keputusan yang penuh kontroversi dalam sidang pembacaan putusan uji materi Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).
Keputusan tersebut menyangkut batas usia calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam putusannya, MK memutuskan untuk menolak gugatan yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terkait dengan syarat usia Capres dan Cawapres yang sebelumnya ditetapkan minimal 40 tahun.
Gugatan ini tercatat sebagai perkara nomor 29/PUU-XXI/2023. Atas penolakan MK itu, berdampak Gibran Rakabuming tak bisa maju dalam Cawapres tahun 2024 mendatang.
BACA JUGA:Prabowo Lebih Sreg Pilih Gibran Jadi Cawapresnya Dibanding 3 Kandidat Lainnya, Ini Pertimbangannya
Ketua MK, Anwar Usman, menjelaskan dalam sidang pembacaan putusan bahwa MK telah memutuskan "menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya." Keputusan ini mengejutkan banyak pihak yang telah mengikuti perkembangan kasus ini dengan seksama.
Gugatan yang ditolak oleh MK menguji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan, "Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun."
MK dalam putusannya menyebutkan bahwa permohonan yang diajukan oleh PSI dan beberapa anggota partai lainnya tidak memiliki alasan yang kuat untuk dikabulkan.
Mereka berpendapat bahwa pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Meskipun MK telah memutuskan untuk menjaga batas usia Capres dan Cawapres tetap pada 40 tahun, gugatan ini telah memicu perdebatan panjang di masyarakat.
PSI dan beberapa anggota partai yang mengajukan gugatan tersebut berpendapat bahwa batas usia tersebut berpotensi menimbulkan diskriminasi terhadap calon muda yang ingin turut serta dalam pemilihan presiden.
BACA JUGA:Koalisi Kian Kuat! Partai Demokrat Resmi Dukung Prabowo 2024
Mereka juga menyatakan bahwa hal ini merugikan hak konstitusional anak muda Indonesia untuk terlibat dalam politik dan berkontribusi pada masa depan negara.
Pengambilan keputusan ini memberikan sinyal kuat bahwa MK memandang penting untuk menjaga stabilitas dan kontinuitas kepemimpinan dalam negara.
Namun, penolakan terhadap tuntutan perubahan batas usia Capres dan Cawapres juga mengundang pertanyaan serius tentang inklusi politik, khususnya bagi generasi muda yang ingin berperan aktif dalam perubahan dan perkembangan Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, isu-isu seperti ini masih mungkin menjadi perdebatan hangat dalam masyarakat Indonesia.
Mungkin akan memicu pembahasan lebih lanjut tentang pembaruan undang-undang pemilu dan pengakuan hak politik bagi semua kalangan masyarakat.