BACAKORAN.CO - Delegasi Kementerian Luar Negeri Israel menuju ke ibukota Mesir Kairo pekan lalu untuk membahas kemungkinan Mesir bergabung dengan koalisi pimpinan AS melawan operasi Angkatan Bersenjata Yaman di Laut Merah dan Laut Arab pada hari Senin (25/12).
Kairo menolak untuk mengambil bagian aktif dalam pasukan koalisi, dan meninggalkan Bahrain sebagai satu-satunya negara Arab yang setuju untuk berpartisipasi dalam koalisi tersebut, menurut situs asal Israel.
BACA JUGA:Houthi Yaman Mengaku Bertanggung Jawab atas Serangan Terbaru Kapal Kontainer di Laut Merah.
Pada hari Kamis lalu, Menteri Pertahanan Yaman, Mayor Jenderal Mohammad al-Atifi, memperingatkan pasukan asing "agar tidak terlibat dalam berbagai kegiatan yang mendukung entitas Zionis di wilayah maritim yang membentang antara negara-negara Arab dan Bahrain di Laut Merah.
Sekitar dua minggu telah berlalu sejak Pentagon mengumumkan peluncuran Operation Prosperity Guardian. Namun, terus dihantui oleh keengganan dari anggota untuk turut berpartisipasi dan ketidakpastian di balik tujuan operasi.
BACA JUGA:Hamas Bunuh Keponakan Benjamin Netanyahu, Ambyar Israel?
Negara-negara anggota utama telah mengumumkan mundur atau mengurangi komitmen terhadap aliansi tersebut, termasuk Prancis, yang mengatakan tidak akan beroperasi di bawah perintah Washington dan akan membatasi operasinya untuk melindungi kapal-kapal Uni Eropa, dan Spanyol, yang menyatakan tidak akan berpartisipasi sepenuhnya.
Selain itu, Kementerian Pertahanan Italia menyatakan bahwa mereka akan mengerahkan kapal ke Laut Merah sebagai tanggapan atas permintaan dari pemilik kapal Italia, bukan sebagai bagian dari operasi AS. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab sebelumnya mengatakan bahwa mereka tidak tertarik dengan operasi tersebut.
BACA JUGA:Serangan Hamas Palestina Mematikan, Melawan Zionis dan Merebut Kemerdekaan
Beberapa pejabat dan pakar maritim meragukan efektivitas koalisi dalam menghadapi operasi Yaman, terutama mengingat perang asimetris yang mampu dilakukan Houthi, yang terutama mencakup biaya keuangan serangan yang sangat rendah, dengan drone senilai cuma beberapa ribu dolar dibandingkan dengan biaya tinggi untuk memukul mundur mereka dengan rudal pencegat multi-juta dolar milik koalisi.