Daripada harus menghadapi dunia yang tak berpihak padanya. Maryam, perempuan shalihah yang imannya tak mungkin diragukan itu, bagaimanapun tetap lah hanya manusia biasa.
Manusia, diciptakan Allah dengan fitrah rasa. Punya emosi dalam jiwa. Keberadaan iman tidak meniadakan gejolak emosi manusia. Melainkan mengarahkannya untuk mengelola segala rasa dalam taat padaNya. Tapi sekali lagi, bukan menghilangkan semua emosinya. Inilah bedanya manusia dengan malaikat.
Butuh waktu bagi manusia untuk mengelola emosi jiwa dan buncahan rasa. Ada proses yang perlu dilewati, bukan dalam sekejap mata.
Setelah menelaah kisah Maryam, akankah kita terus menilai dan menyimpulkan bahwa perempuan yang depresi itu karena kurang iman?
Justru bisa jadi episode depresi yang mereka alami, adalah cara Allah menaikkan mereka ke derajat yang lebih tinggi. Atas jihad mereka mengelola hati.
Siapa tahu, sakit hati yang mereka rasa, adalah jalan menuju surga. Sebab gugurnya dosa. Sebab pahala atas lelahnya jiwa.
Allah Mahatahu, manusia yang IA ciptakan sedang berada di titik terendah dalam hidupnya. Sedang kalut dengan emosi yang mengaduk jiwa.
Allah Mahatahu, yang dibutuhkan Maryam saat itu bukan omelan. Bukan nasihat. Tapi dukungan. Ketenangan.
Apa yang Allah lakukan? Allah mengutus ‘konselor’ berupa malaikat Jibril untuk memandu Maryam. Menghalau kesedihan dan menuntunnya fokus pada kekuatan yang masih ia miliki.
Perintah untuk menggoyang pelepah pohon kurma untuk menjatuhkan kurma matang adalah cara Allah membuat Maryam percaya dirinya masih punya daya.
Selama Maryam menata hati, Allah beri ia kesempatan untuk menenangkan diri, memenangkan pertempuran batinnya dengan berpuasa. Maryam diperintahkan untuk berpuasa dan tidak berbicara. Tidak membantah apapun komentar negatif kaumnya.
Respon depresi seringkali meunculkan keinginan untuk mati. Begitu pula dengan Maryam. Ketika Maryam mengeluhkan kepedihannya, Malaikat Jibril pun memvalidasi perasaannya dan menghiburnya. Ia menyarankan kepada Maryam untuk diam atau puasa bicara.
Hal ini menarik, karena Jibril menganjurkan Maryam untuk puasa bicara. Padahal biasanya orang yang depresi dianjurkan untuk mengatur hal-hal yang membuatnya stres dan triggernya.
Jika yang memicu stres adalah melihat berita di media sosial, maka disarankan untuk tidak membuka medsos sampai keadaan membaik.
Dalam kasus Maryam, hal yang membuat stres adalah komentar tetangga sehingga ia disarankan oleh Jibril untuk mendiamkannya. Ini adalah saran yang bijak. Kalau saat ini kita mengenalnya dengan istilah cutting-out toxic people.
Setelah lahirnya Nabi Isa AS, perundungan yang dihadapi Maryam pun masih terus berlangsung. Banyak orang mencecar Maryam dengan tuduhan perzinahan sekaligus menanyakan banyak hal mengenai bayi yang digendongnya.
Tak sanggup menjawab, Maryam meminta orang-orang bertanya sendiri kepada bayi Isa. Dijawablah semua tudingan itu oleh Isa yang masih bayi.
Ya, Nabi Isa AS merupakan utusan Allah SWT yang menjadi Nabi sejak dilahirkan. Bahkan ia bisa berbicara sejak lahir ke dunia.