BACAKORAN.CO - Ada sebuah desa yang unik di Bengkulu dan Sumatera Selatan, yang dikenal dengan nama Singapura.
Sementara itu, di negeri Singa tersebut, terdapat sebuah jalan yang bernama Bengkulu atau Bencoolen Street.
Meski terpisah jarak yang cukup jauh, kedua tempat ini saling berbagi nama satu sama lain dalam wilayahnya.
Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan, mengapa bisa terjadi fenomena seperti ini?
Jawabannya terletak pada sejarah pertukaran antara Bengkulu dan Singapura, yang melibatkan dua kekuatan kolonial, Inggris dan Belanda.
Sejarahnya terjadi untuk mengenang tukar guling Bengkulu dan Singapura, antara Inggris dan Belanda.
Dahulunya Bengkulu merupakan wilayah jajahan Inggris, sedangkan Singapura berada dibawah Belanda.
BACA JUGA:7 Alasan Mengapa Harus Berinvestasi Di Bengkulu
Tahun 1824 terjadi tukar guling setelah Traktat London.
Nama jalan Bengkulu atau Bencoolen Street di Singapura ini sengaja diberikan Raffles untuk mengenang kehadirannya di Bengkulu.
Perlu diketahui, Bengkulu memiliki sejarah yang berbeda ketimbang kawasan lain di Indonesia.
Sebab wilayah ini sesungguhnya berupa bekas koloni Inggris periode 1685-1824.
British East India Company (EIC) membangun pusat perdagangan lada dan garnisun di Bengkulu pada 1685.
Kemudian, diakuisisi oleh Belanda sejak Traktat Inggris-Belanda pada Maret 1824.
Ibarat tukar guling, Belanda mendapatkan Bengkulu. Sedangkan Inggris mendapatkan Singapura.
BACA JUGA:Sejarah Masuknya Islam ke Bengkulu, Begini Asal Mulanya
Dirangkum dari berbagai sumber, tahun 1624, Belanda sebenarnya sudah mengincar Provinsi Bengkulu.
Pendudukan Bengkulu sebenarnya dimulai saat Belanda (VOC) pada tahun 1682 mampu mengungguli Inggris (East India Company atau EIC).
Khususnya setelah terjadi kesepakatan antara VOC dengan Kerajaan Banten terkait perdagangan rempah-rempah.
Kondisi ini mengharuskan EIC keluar dari Jawa dan mencari daerah baru yang secara politik dan militer menguntungkan mereka dalam hal perdagangan rempah-rempah.
Sejatinya Raffles telah menjejakkan kakinya di Fort Marlborough Bengkulu itu pada 19 Maret 1818, dan Sir Stamford Raffles pun dilantik menjadi gubernur.
Dia bertugas sebagai Gubernur Jenderal dalam kurun waktu 1818 sampai 1824.
Bisa jadi hatinya ciut ketika baru tiba dan mendapati kota yang dalam keadaan yang porak-poranda akibat gempa hebat yang terjadi di Bengkulu.
Raffles percaya bahwa Inggris perlu mencari jalan untuk menjadi penguasa dominan di wilayah ini.
BACA JUGA:Awalnya Rumah Sir Thomas Stamford Raffles, Begini Sejarah Rumah Dinas Gubernur Bengkulu
Salah satu jalan ialah dengan membangun sebuah pelabuhan baru di Selat Malaka.
Pelabuhan Inggris yang sudah dulu ada yaitu Pulau Pinang terlalu jauh dari Selat Melaka, sedangkan Bengkulu menghadap ke Samudra Hindia.
Usaha Raffles menyakinkan EIC untuk mencari wilayah untuk pelabuhan baru berhasil.
Kemudian Raffles tiba di Singapura kembali tahun 1819.
Dia menemukan sebuah perkampungan kecil di muara Sungai Singapura yang diketuai oleh seorang Temenggung Johor.
Pulau itu dikelola oleh Kesultanan Johor. Namun keadaan politiknya tidak stabil.
Raffles sadar dapat memanfaatkan keadaan ini, kemudian ia pun mendukung Tengku Hussein untuk menjadi Sultan.
Namun Tengku Hussein membolehkan Inggris membuka pelabuhan di Singapura.
Sebagai balasan Inggris akan membayar upeti tahunan kepada Tengku Hussein.
Traktat London yang ditandatangani tahun 1824 memperkuat kekuasaan Raffles atas pulau kecil ini, ia lalu meninggalkan posnya di Bengkulu, kemudian mendirikan Singapura dan menjadikannya sebagai pelabuhan dagang yang besar.
Pendudukan Inggris di Provinsi Bengkulu yang dimulai dari tahun 1685 berakhir tahun 1825.
Berakhirnya kehadiran Inggris di Bengkulu sebab adanya perjanjian antara Kerajaan Inggris dengan Kerajaan Belanda.
Dalam perjanjian tersebut, Bengkulu yang tadinya merupakan jajahan Inggris, ditukar dengan Singapura ditambah Malaka dan Pulau Pinang, yang sebelumnya merupakan milik Belanda.