"Ini bukan misi penyelamatan, ini adalah misi pemulihan,” Ungkap Niels Kraaier dari UNICEF Papua Nugini.
“Sangat kecil kemungkinannya mereka akan selamat,” Terangnya.
Upaya penyelamatan dan bantuan skala penuh terhambat oleh lokasi yang terpencil, curah hujan yang tinggi, perang suku, dan tanah longsor yang memutuskan satu-satunya jalan yang menghubungkan ke dunia luar.
Pada Selasa pagi, pejabat setempat Sandis Tsaka mengatakan bahwa pihak berwenang sedang mencoba mengoordinasikan evakuasi massal dari dua distrik yang memiliki total populasi sekitar 7.900 orang.
BACA JUGA:Tana Toraja Berduka, 18 Orang Tewas Tertimbun Tanah Longsor, Ini Daftar Nama Korban
Dikhawatirkan, bencana longsor masih bisa terjadi kapan saja.
"Setiap jam Anda bisa mendengar batu pecah, itu seperti bom atau suara tembakan dan batu terus berjatuhan,” tuturnya.
Lebih dari 1.000 orang telah mengungsi akibat bencana tersebut.
Namun banyak warga yang menolak meninggalkan lokasi karena mereka masih berharap untuk menemukan teman dan keluarga.
BACA JUGA:Tanah Longsor Hantam Tembok Rumah Warga, 4 Rumah Lainnya Terancam
Gambar dari citra satelit menunjukkan skala bencana longsor yang sangat besar.
Longsor berupa tanah dan puing-puing berwarna kuning dan abu-abu terlihat sepanjang 600 meter membelah hutan semak yang dulunya hijau dan memutus satu-satunya jalan di wilayah tersebut.
“Daerah ini dipenuhi perumahan, tempat usaha, gereja dan sekolah, dan semuanya telah musnah,” Ujar Tsaka.
Selama berhari-hari, Pasukan Pertahanan Papua Nugini kesulitan mengakses lokasi tersebut dengan peralatan berat pemindah tanah.
BACA JUGA:Banjir dan Tanah Longsor di Tanzania Utara Menewaskan Puluhan Orang
Beberapa warga telah menyuarakan penolakan terhadap penggunaan alat berat, karena khawatir hal itu akan merusak jenazah orang yang mereka cintai.