BACAKORAN.CO - Bulan Muharram sering kali dianggap sebagai hari raya anak yatim oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Banyak yang berbondong-bondong memberikan santunan kepada anak yatim di bulan ini, terutama pada tanggal 10 Muharram, atau yang dikenal sebagai hari Asyura.
Namun, benarkah ada dasar yang kuat untuk anggapan ini?
Yuk simak dari penjelasan dari beberapa ustaz terkemuka mengenai hal ini.
BACA JUGA:Amalan Khusus di Bulan Muharram ala Buya Yahya, Kuy Cobain Bikin Hidup Makin Berkah!
BACA JUGA:Setelah Oreo, Kini Unilever Tunjukkan Dukungan Terbuka untuk LGBT, Nggak Heran Israel Kan Sarangnya!
Ustaz Khalid Basalamah menjelaskan bahwa anggapan mengenai bulan Muharram sebagai waktu khusus untuk menyantuni anak yatim didasari oleh sebuah hadits yang tercantum dalam kitab Tanbihul Ghafilin.
Hadits tersebut berbunyi: "Barang siapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura, maka Allah akan mengangkat derajatnya dengan setiap helai rambut yang diusap satu derajat."
Namun, hadits ini ternyata memiliki masalah serius dari segi keabsahannya. Menurut Ustaz Khalid, hadits tersebut adalah maudhu' (palsu).
Para ulama ahli hadits, seperti Imam Ahmad dan Ibnu Adi, menganggap perawi hadits ini, yaitu Habib bin Abu Habib, sebagai pendusta dan pemalsu hadits.
BACA JUGA:5 Amalan Dahsyat di Bulan Muharram yang Harus Kamu Coba, Kuy Tingkatkan Keberkahan!
Jadi, berlandaskan pada hadits yang tidak sahih ini tentu tidak bisa dijadikan dasar yang kuat untuk mengkhususkan bulan Muharram sebagai bulan santunan anak yatim.
Ustaz Subhan Bawazier juga menegaskan bahwa tidak ada konsep "lebaran anak yatim" dalam Islam, khususnya di bulan Muharram.
Memberikan santunan kepada anak yatim memang merupakan amal yang sangat dianjurkan, tetapi tidak perlu menunggu bulan Muharram.