BACAKORAN.CO - Tahun depan, Indonesia akan menggelar pesta Rakyat. Pesta itu bernama Pemilu alias Pemilihan Umum. Pada Pemilu nanti, masyarakat memilih Presiden dan wakilnya yang akan pimpin Indonesia lima tahun ke depan. Selain itu juga pemilihan legislatif dari pusat hingga daerah. Mulai dari DPRD Kota/Kabupaten kemudian DPRD Provinsi, lalu DPR. Juga tak ketinggalan DPD RI. Untuk periode 2024-2029. Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, pelaksanaan Pemilu 2024 harus kerja ekstra keras. Belajar dari pemilu sebelumnya, banyak potensi yang bisa menggagalkan keberhasilan Pemilu 2024. Dia menilai ada tiga unsur yang bisa mempengaruhi jalannya proses Pemilu nanti. Yakni perpaduan antara politisasi identitas, disinformasi, dan ujaran kebencian. Tiga unsur ini dikhawatirkan bisa menjadi ancaman yang datang bukan dari sektor militer pada Pemilu 2024 nanti. Namun ancaman itu bisa membahayakan integritas dan keberhasilan proses pemilu. Tiga unsur ini biasanya muncul tidak langsung di dunia nyata. Melainkan menggunakan media sosial. Ini jika belajar dari pelaksanaan Pemili sebelumnya. “Pada Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2017, media sosial memuat berlebihan terkait isu politik identitas yang kemudian berlanjut pada Pemilu 2019. Bahkan ada kecenderungan juga mengadu teman TNI dan Polri pada titik itu,” terang Bagja sebagaimana dilansir situs resmi Bawaslu. Apa Itu 3 Unsur Nonmiliter? Lanjut Bagja, politisasi identitas di Indonesia berkaitan dengan masalah etnis, ideologi, kepercayaan, dan juga kepentingan-kepentingan lokal yang direpresentasikan oleh elit melalui artikulasi politik mereka. Kemudian terkait disinformasi, merujuk pada penyebaran informasi yang salah, menyesatkan, atau disengaja untuk menipu atau mempengaruhi opini publik. Adapun terkait ujaran kebencian, merujuk pada komunikasi yang menyebarkan, mendorong, atau memperkuat sentimen atau sikap permusuhan, kebencian, atau diskriminasi terhadap individu atau kelompok berdasarkan ras, etnisitas, agama, gender, orientasi seksual, atau karakteristik tertentu lainnya. “Ujaran kebencian yang dibarengi dengan disinformasi, dan politisasi identitas, maka akan mempengaruhi kondisi masyarakat terhadap situasi kenyamanan Pemilu 2024,” ingatnya. Diakuinya, tanda-tanda pemakaian tiga unsur itu dalam Pemilu 2024 ini sebenarnya sudah terjadi. Meskipun belum begitu masif. “Dulu, 2017 anti terhadap ras tertentu, itu menguat di media sosial. Kalau sekarang sudah mulai muncul dan kita lihat, di media sosial dan juga muncul ujaran kebencian. Sekarang sudah mulai, menyerang beberapa peserta pemilu. Beberapa kali kita baca Twitternya walau kemudian kita baca bahasanya masih lumayan soft, tapi sudah mulai menyerang lawan-lawan politik,” ujar Bagja. Bawaslu Sudah Siapkan Penangkalnya Bagja mengaku sudah menyiapkan penangkal agar tiga unsur itu tidak mengganggu pelaksanaan Pemilu. Ada beberapa strategi. Misal, denhan cara penguatan regulasi dan hukum terkait peningkatan kapasitas SDM pengawas, penegakan hukum dan sanksi. Kemudian kampanye edukasi dan Sosialisasi, dan kerjasama di ruang digital. “Kemudian IKP (Indeks Kerawanan Pemilu) itu bertujuan sebagai alat pemetaan potensi dan deteksi dini agar politisasi identitas dapat direduksi. Dalam konteks IKP, Bawaslu melakukan penilaian terhadap berbagai hal yang berkaitan apa saja yang kemudian bisa menjadi titik rawan pemilu terutama yang berkaitan dengan isu sosial politik,” tegas Bagja.(*)
Kategori :