BACAKORAN.CO - Ada ancaman serius terkait potensi pelanggaran pada Pemilu Serentak 2024. Ancaman itu muncul dari unsur netralitas aparatur sipil negara (ASN). Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty menjelaskan, kerawanan yang luar biasa terkait netralitas ASN ini terekam dalam pilkada maupun pemilihan yang lalu. Menurut data Bawaslu pada Pemilu 2019, terdapat 999 penanganan pelanggaran terkait netralitas ASN. Dari sekian pelanggaran itu kemudian 89 persen Bawaslu rekomendasikan ke KASN. Pada pelaksanaan Pilkada 2020 pelanggaran naik. Terdapat 1.536 penanganan pelanggaran netralitas ASN yang 91 persennya Bawaslu rekomendasikan ke KASN. "Artinya selama Pemilu 2019, sebanyak 89 persen dugaan pelanggaran hukum lainnya utamanya berkenaan dengan netralitas ASN terbukti. Juga, selama Pilkada 2020 sebanyak 91 persen terbukti penanganan pelanggaran Bawaslu," terang Lolly saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pencegahan Pelanggaran Netralitas ASN pada Pemilu Serentak 2024 di Makassar, Kamis malam (20/7). "Karena itu ada kerawanan yang luar biasa di netralitas ASN," tambah Lolly. Padahal, lanjutnya, ada tiga undang-undang yang menegaskan ASN harus bersikap netral. Pertama, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dalam pasal 2. Pasal ini menyatakan setiap pegawai ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu. Kemudian, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Di sini juga terdapat pasal soal netralitas ASN. Lalu UU Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah. Di sini juga teradapat dua pasal yang mengatur tentang netralitas ASN yaitu pada Pasal 70 dan Pasal 71. Pasal 70 ayat (1) berbunyi dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia. Pelanggaran atas ketentuan tersebut memiliki sanksi pidana paling lama 6 (enam) bulan penjara dan denda paling banyak 6 juta sebagaimana dalam Pasal 189. Adapun, Pasal 71 ayat (1) berbunyi, pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa Kampanye. Pelanggaran atas ketentuan tersebut ada sanksi pidana paling lama 6 (enam) bulan penjara dan denda paling banyak 6 juta sebagaimana tercantum dalam Pasal 188. "3 Undang-Undang tersebut mengatur norma bahwa ASN harus netral. Tidak perlu bingung lagi, tiga undang-undang bicara soal ASN harus netral, apa yang boleh dan tidak boleh, juga ada dalan SKB lima lembaga," tukasnya. Untuk mencegah terjadinya pelanggaran netralitas ASN tersebut, kata Lolly, salah satu alat mitigasi menjelang kampanye yakni Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Netralitas ASN. "IKP tematik salah satunya soal netralitas ASN akan segera meluncur menjelang tahapan kampanye. Alat itu akan menjadi mitigasi risiko yang lebih detail dan lebih konkrit guna memudahkan kita semua mencegahnya," jelasnya.(*)
Kategori :