BACAKORAN.CO - Bawaslu ingatkan pentingnya peran Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pelaksanaan pemili serentak 2024. Untuk mensukseskan pelaksanaan Pemilu yang demokratis dan berintegritas, mereka harus netral. Menurut Deputi Bidang Dukungan Teknis La Bayoni netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pemilu adalah bentuk dari Pemilu yang jujur dan adil. Karena itu, ASN memegang peran penting untuk menghasilkan pemilu yang demokratis, berintegritas, dan jauh dari pengaruh pemihakan kepada kelompok dan golongan tertentu. “Berdasarkan hal tersebut Bawaslu mempunyai komitmen dan ikhtiar untuk menjaga netralitas ASN agar Pemilu Serentak Tahun 2024 berjalan jujur dan adil," ujarnya saat membuka kegiatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pencegahan Pelanggaran Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemilu Serentak Tahun 2024 di Batam, Kepulauan Riau. La Bayoni menegaskan, Bawaslu sebagai salah satu penyelenggara pemilu wajib memastikan setiap penyelenggara, pemilih, peserta, aparat pemerintah, serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur. Kemudian mendapat perlakuan yang sama dan bebas dari kecurangan pihak mana pun. Peringatan La Bayoni ini merujuk pada banyaknya kasus dugaan pelanggaran ASN pada saat Pilkada 2020. Sesuai data November 2020, terdapat 1.038 kasus dugaan pelanggaran ASN. Dari jumlah itu, dan sebanyak 369 laporan pelanggaran netralitas ASN telah dilaporkan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Secara detil, pria kelahiran Maluku ini mengatakan ada setidaknya 5 (lima) kategori terbanyak pelanggaran netralitas ASN. Pertama, kampanye atau sosialisasi media sosial (30,4%). Kemudian mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada salah satu calon/bakal calon (22,4%). Lalu melakukan foto bersama bakal calon/pasangan calon dengan mengikuti simbol gerakan tangan/gerakan yang mengindikasikan keberpihakan (12,6%). Selanjutnya menghadiri deklarasi pasangan bakal calon/calon peserta pilkada (10,9%). "Terakhir, melakukan pendekatan ke parpol terkait pencalonan dirinya atau orang lain sebagai calon/bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah (5,6%),” terangnya. La Bayoni tidak menampik bahwa potensi gangguan netralitas tersebut bisa terjadi dalam setiap tahapan Pemilu dan Pemilihan. Potensi gangguan netralitas dapat terjadi sebelum pelaksanaan tahapan pilkada, tahap pendaftaran bakal calon kepala daerah. Kemudian tahap penetapan calon kepala daerah, maupun pada tahap setelah penetapan kepala daerah yang terpilih. “Meskipun dalam kondisi situasi politik yang memanas, ASN harus tetap pada kedudukan profesional dan tidak memihak pada kontestan politik yang akan bertanding di Pemilu maupun Pemilihan,” tukasnya.(*)
Kategori :