Aqua Panik Kena Isu Boikot Produk Israel, Beri Penjelasan Begini, Percaya?
Arif Mujahidin, Corporate Communication Director Danone Indonesia, memberikan klarifikasi terkait tagar "TolakDanoneAqua" yang menjadi trending di media sosial. --
JAKARTA, BACAKORAN.CO - Kontroversi melanda media sosial X dan Twitter ketika tagar "TolakDanoneAqua" menjadi trending topik, dituding mendukung Israel.
Sebagai respons, Corporate Communication Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin, memberikan klarifikasi, menegaskan bahwa Danone adalah perusahaan yang beroperasi di 120 negara, dengan karyawan dari latar belakang etnis dan budaya yang beragam.
Arif Mujahidin menekankan bahwa Danone, sebagai entitas swasta, tidak memiliki afiliasi politik di manapun.
Fokus utama perusahaan adalah misi untuk meningkatkan kesehatan melalui produk makanan dan minuman.
BACA JUGA:Ajakan Boikot Israel Menggema, Aqua Ternyata Dimiliki Strauss Grup Israel, Masih Mau Beli?
Dalam pernyataan resmi, Arief menyatakan, "Danone tidak memiliki keterkaitan atau melibatkan diri dalam pandangan politik."
"Sebaliknya, Danone berkomitmen untuk menjadikan bisnis sebagai kekuatan untuk mengalirkan kebaikan kepada masyarakat," tambahnya.
Meskipun menjadi target tudingan, Danone tetap menjunjung tinggi komitmennya terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
Arif Mujahidin menegaskan bahwa Danone tidak memiliki pabrik dan tidak beroperasi di Israel.
Sebaliknya, perusahaan ini memiliki 25 pabrik di Indonesia, dengan lebih dari 13.000 karyawan yang melayani lebih dari 1 juta pedagang di seluruh negeri.
BACA JUGA:Terlaris Di Jepang, Sunscreen Biore Biore UV Aqua Rich Ini Wajib Kamu Coba
Hal ini menunjukkan bahwa fokus Danone adalah pada kontribusi positifnya terhadap perekonomian, sosial, dan kesehatan Indonesia.
Meskipun klarifikasi tersebut telah disampaikan, tagar "TolakDanoneAqua" terus menjadi trending topik dengan lebih dari 12.300 postingan.
Beberapa merek lain seperti Unilever, McDonald's, KFC, dan Starbucks juga disebut dalam kategori "brand pro-Israel." Seiring kontroversi ini berkembang, konsumen dihadapkan pada tantangan untuk membuat pilihan berdasarkan keyakinan mereka.