Rupiah Putus Tren Penguatan 7 Hari Beruntun, Kembali Dekati Rp16.000 per USD, Dipicu Sentimen Eksternal Ini!

Rupiah akhir pekan melemah terhadap dolar AS setelah mengalami penguatan dalam 7 hari beruntun, dipicu sentimen ekternal data tenaga kerja AS di luar perkiraan.--istimewa

BACAKORAN.CO – Setelah mengalami penguatan selama 7 hari beruntun, akhirnya nilai tukar rupiah bertekuk lutut terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Rupiah berada di angka Rp15.924 per USD, melemah 31 poin pada penutupan perdagangan akhir pekan, Jumat (9/8/2024).

Sebelumnya, nilai tukar rupiah justru menguat 141,5 poin, ditutup di level Rp15.893,5 per USD.

Melemahnya nilai tukar rupiah hari ini dipicu rilis data terbaru pasar tenaga kerja AS yang menunjukkan penurunan klaim tunjangan pengangguran lebih dari dari perkiraan.

BACA JUGA:13 Link Penghasil Saldo DANA Gratis Paling Cuan Jutaan Rupiah dalam 1 Hari Tanpa KTP dan NIK, Yuk Klaim Masbro

BACA JUGA:Mata Uang Asia Hajar Dolar AS yang Melemah di Akhir Pekan, Bagaimana Nasib Rupiah?

Kondisi ini menurunkan kekhatiran pasar akan terjadinya resesi dalam waktu dekat.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, perhatian investor kini tertuju pada laporan inflasi harga konsumen AS untuk bulan Juli yang akan rilis minggu depan.

Selain itu, pasar juga menantikan pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell yang akan berbicara pada Simposium Kebijakan Ekonomi Jackson Hole pada 22-24 Agustus 2024.

Di sisi domestik, Dana Moneter Internasional (IMF) menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat meski di tengah tantangan eksternal.

BACA JUGA:Layu Terhadap Dolar AS, Begini Perkiraan Nilai Tukar Rupiah Perdagangan Pekan Depan!

BACA JUGA:Investor Antisipasi Data Penting, Rupiah Putus Tren Pelemahan Tiga Hari Beruntun

Inflasi di Indonesia pun tetap berada dalam kisaran target yang ditetapkan, dan sektor keuangan menunjukkan ketahanan yang baik.

IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5 persen pada 2024 dan 5,1 persen pada 2025.

Rupiah Putus Tren Penguatan 7 Hari Beruntun, Kembali Dekati Rp16.000 per USD, Dipicu Sentimen Eksternal Ini!

Ramadhan Evrin

Ramadhan Evrin


bacakoran.co – setelah mengalami penguatan selama 7 hari beruntun, akhirnya bertekuk lutut terhadap .

rupiah berada di angka rp15.924 per usd, melemah 31 poin pada penutupan perdagangan akhir pekan, jumat (9/8/2024).

sebelumnya, nilai tukar rupiah justru menguat 141,5 poin, ditutup di level rp15.893,5 per usd.

melemahnya nilai tukar rupiah hari ini dipicu rilis data terbaru pasar as yang menunjukkan penurunan klaim tunjangan pengangguran lebih dari dari perkiraan.

kondisi ini menurunkan kekhatiran pasar akan terjadinya resesi dalam waktu dekat.

direktur laba forexindo berjangka ibrahim assuaibi mengatakan, perhatian investor kini tertuju pada laporan inflasi harga konsumen as untuk bulan juli yang akan rilis minggu depan.

selain itu, pasar juga menantikan pernyataan ketua jerome powell yang akan berbicara pada simposium kebijakan ekonomi jackson hole pada 22-24 agustus 2024.

di sisi domestik, dana moneter internasional (imf) menilai pertumbuhan ekonomi indonesia tetap kuat meski di tengah tantangan eksternal.

inflasi di indonesia pun tetap berada dalam kisaran target yang ditetapkan, dan sektor keuangan menunjukkan ketahanan yang baik.

imf memperkirakan pertumbuhan ekonomi indonesia akan mencapai 5 persen pada 2024 dan 5,1 persen pada 2025.

"perbaikan ekonomi indonesia didukung oleh kerangka kebijakan yang hati-hati di bidang moneter, fiskal, dan keuangan, yang telah membentuk fondasi kuat untuk stabilitas makro dan kesejahteraan sosial," terang ibrahim dalam analisis hariannya.

imf mengapresiasi dan berikan catatan positif atas langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh otoritas keuangan indonesia.

terutama dalam beberapa hal penting.

pertama, komitmen indonesia terhadap disiplin fiskal.

kedua, penurunan inflasi yang sesuai dengan target, kebijakan moneter yang responsif terhadap data, serta upaya pendalaman pasar dan peningkatan efektivitas transmisi kebijakan moneter.

ketiga, penguatan kerangka kebijakan makroprudensial.

keempat, agenda pertumbuhan menuju status negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045.

kelima, komitmen untuk mencapai target nol emisi karbon pada 2060, serta langkah-langkah dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan deforestasi.

namun, imf juga mengingatkan adanya beberapa risiko yang perlu diwaspadai.

"seperti volatilitas harga komoditas, perlambatan pertumbuhan di negara mitra dagang utama, serta dampak dari kondisi keuangan global yang ketat dalam jangka waktu yang lebih lama," tutup ibrahim.

Tag
Share