bacakoran.co

DPR Tolak Putusan MK tentang UU Pilkada, Muhammadiyah Beri Pesan Menohok, Bilang Begini!

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti nilai DPR seharusnya menjadi teladan dalam mematuhi UU terkait putusan MK mengubah UU Pilkada terkait syarat usia dan ambang batas pencalonan kepala daerah.--istimewa

Sebelumnya, MK telah memutuskan dua perkara terkait Pilkada 2024, yakni perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 dan nomor 70/PUU-XXII/2024.

Dalam putusan tersebut, MK menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak memiliki kursi di DPRD, serta menetapkan syarat usia calon gubernur minimal 30 tahun pada saat penetapan calon.

BACA JUGA:Pasca Putusan MK, DPR Dikabarkan Mau Revisi UU Pilkada, Demi Langgengkan Skenario Kotak Kosong?

BACA JUGA:Dituding Perselingkuhan Azizah Salsha Tutupi Kawal Putusan MK, Netizen: Ugal-ugalan Bener Pak!

Namun, Panitia Kerja RUU Pilkada DPR RI justru menyepakati perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada dari jalur partai hanya berlaku bagi partai yang tidak memiliki kursi di DPRD.

Wakil Ketua Baleg DPR, Achmad Baidowi pun mengungkapkan jika pihaknya telah menyurati pimpinan DPR agar pengesahan RUU Pilkada ini bisa dibahas dalam rapat paripurna yang digelar hari ini.

DPR Tolak Putusan MK tentang UU Pilkada, Muhammadiyah Beri Pesan Menohok, Bilang Begini!

Ramadhan Evrin

Ramadhan Evrin


bacakoran.co – sikap yang mengabaikan mengubah persyaratan pencalonan kepala daerah mengundang keprihatinan dari sejumlah pihak.

salah satunya dari .

sekretaris umum pp muhammadiyah, abdul mu'ti mengatakan, dpr sebagai lembaga legislatif seharusnya menjadi teladan dalam mematuhi undang-undang uu.

dpr, terang mu’ti, sebagai lembaga negara yang mewakili kehendak rakyat seharusnya menjunjung tinggi prinsip-prinsip bernegara yang mengutamakan kebenaran, kepentingan negara, dan rakyat di atas kepentingan politik kekuasaan.

"dpr sebagai pilar legislatif harus menghormati lembaga yudikatif, termasuk mahkamah konstitusi," tegas mu'ti dalam pernyataan tertulisnya dilansir hari ini, kamis (22/8/2024).

jadi, lanjut mu’ti, dpr tidak seharusnya menentang atau menyimpang dari keputusan mk terkait persyaratan calon kepala daerah dan ambang batas pencalonan.

keputusan dpr untuk membahas ruu pilkada 2024 yang bertentangan dengan putusan mk dianggapnya dapat memicu disharmoni dalam sistem ketatanegaraan.

"langkah dpr ini berpotensi menimbulkan masalah serius dalam pilkada 2024 serta memicu reaksi publik yang bisa berdampak negatif terhadap suasana kebangsaan," jelas mu'ti.

mu'ti pun mengingatkan agar dpr dan pemerintah lebih peka terhadap aspirasi masyarakat, akademisi, dan mahasiswa yang menyuarakan penegakan hukum dan undang-undang.

kebijaksanaan dalam menghadapi massa yang turun ke jalan diperlukan untuk mencegah masalah kebangsaan yang lebih besar.

sebelumnya, mk telah memutuskan dua perkara terkait pilkada 2024, yakni perkara nomor 60/puu-xxii/2024 dan nomor 70/puu-xxii/2024.

dalam putusan tersebut, mk menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak memiliki kursi di dprd, serta menetapkan syarat usia calon gubernur minimal 30 tahun pada saat penetapan calon.

namun, panitia kerja ruu pilkada dpr ri justru menyepakati perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada dari jalur partai hanya berlaku bagi partai yang tidak memiliki kursi di dprd.

wakil ketua baleg dpr, achmad baidowi pun mengungkapkan jika pihaknya telah menyurati pimpinan dpr agar pengesahan ruu pilkada ini bisa dibahas dalam rapat paripurna yang digelar hari ini.

Tag
Share