bacakoran.co - majelis permusyawaratan rakyat () dinilai sedang berupaya mengembalikan lembaga negara itu lewat sejumlah manuver.
hal tersebut termasuk pencabutan nama presiden-presiden terdahulu dari 'dosa' yang tertuang dalam ketetapan (tap) mpr.
ketua mpr ri periode 2019-2024 bambang soesatyo sebelumnya mengumumkan pencabutan tap mpr nomor ii/mpr/2001 tentang pemberhentian abdurrahman wahid alias gus dur selaku presiden keempat ri dalam sidang paripurna pada rabu (25/9) kemarin.
dalam kesempatan yang sama, mpr turut mencabut nama presiden kedua ri soeharto dari tap mpr nomor 11 tahun 1998 tentang perintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih tanpa korupsi, kolusi, dan nepotisme (kkn).
mpr juga menyetujui pencabutan tap mprs nomor xxxiii/mprs/1967 tentang pencabutan kekuasaan pemerintah negara dari presiden sukarno.
lewat pencabutan itu, sukarno dinilai tidak terbukti melindungi partai komunis indonesia (pki).
selain itu, mpr juga mengambil langkah baru dengan ketentuan seluruh pelantikan presiden dan wakil presiden ri mendatang bakal ditetapkan melalui tap mpr.
tak seperti sebelumnya yang hanya ditulis di berita acara, dalam sidang akhir masa jabatannya mpr juga merekomendasikan agar wacana amandemen uud 1945.
kelimanya dapat dilanjutkan oleh dpr periode 2024-2029, anggota constitutional and administrative law society () herdiansyah hamzah 'castro' menilai pelbagai manuver itu sengaja dilakukan mpr di penghujung masa jabatan periode 2019-2024.
untuk mendorong posisi politik 'mengembalikan' lembaga tersebut di dalam tatanan hukum tata negara indonesia sebelum amandemen keempat uud 1945.
melalui pencabutan serta adanya ketentuan pelantikan presiden dan wakil presiden ri dengan tap mpr, menurutnya, mpr sedang berupaya membangun kembali otoritasnya sebagai lembaga legislatif.
"ada semacam intensi untuk menghidupkan kembali posisi yang tujuannya jelas untuk mengembalikan otoritas mpr," jelasnya.
ia menjelaskan langkah pencabutan tap mpr yang dilakukan di era kepemimpinan bambang soesatyo sudah keliru sejak awal.
sesuai dengan ketentuan yang ada, kata dia, seharusnya tap mpr hanya bisa dicabut jika telah dikeluarkan tap mpr baru yang isinya menganulir ketentuan sebelumnya.
selain itu, castro mengingatkan pascaamendemen keempat uud 1945, mpr tidak lagi berstatus sebagai lembaga tertinggi negara.
oleh sebab itu, ia menyebut mpr sudah tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengeluarkan produk hukum berupa tap mpr yang bersifat mengatur, melainkan hanya bisa bersifat penetapan semata.
"mustahil tap mpr bisa dibatalkan hanya dengan sekedar kesepakatan dalam rapat mpr, yang namanya tap mpr hanya bisa dicabut dengan tap mpr juga," tutur castro.
atas dasar itu semua, castro menilai rangkaian manuver yang dilakukan oleh mpr saat ini tidak ubahnya seperti upaya pengondisian dengan tujuan utama melakukan kembali amandemen uud 1945 atau perubahan kelima.
di sisi lain, ia juga menyebut adanya rekomendasi dari mpr agar wacana amendemen uud 1945 dapat dilanjutkan pada periode mendatang juga semakin menegaskan apabila tujuan utamanya memang ingin mengembalikan posisi mpr.
apabila wacana amendemen itu terwujud, kata castro, bukan tidak mungkin mpr bakal kembali memiliki kewenangan dan menjadi lembaga tertinggi melebihi presiden.
"kalau amendemen uud 1945 yang agendanya mengembalikan kedudukan mpr sebagai lembaga tertinggi maka semua bisa dilakukan," tuturnya.
"dia [mpr] yang pilih presiden, dia yang menentukan gbhn, kekuasaan tertinggi ada di dia, representasi kedaulatan rakyat ada di dia, semua bisa dilakukan," imbuhnya.