bacakoran.co -- untuk membaca atau dalam sebuah manuskrip atau naskah kuno diperlukan pemahaman terhadap penulisan naskah tersebut.
pemahaman terhadap konteks naskah kuno bisa diketahui melalui judul naskah, penulis naskah, tempat atau daerah tempat naskah di tulis dan hal lainnya.
pernyataan itu diungkapkan dr. hj. nyimas umi kalsum., s.ag m.hum, ketika menjadi pembicara work shop aksara arab melayu dalam manuskrip dan mata uang koleksi (sumsel) yang digelar museum negeri sumsel pada kamis 3 oktober 2024.
"agar lebih mudah membaca teks, kita juga harus paham tentang konteks naskah itu di tulis,"ujar dosen fakultas adab dan humaniora universitas islam negeri (uin) raden fatah palembang itu.
sebab ketika membaca naskah kuno beraksara arab melayu, kata dia seringkali ditemukan teks yang sulit di baca. "kesulitan itu bisa karena naskahnya sudah kabur, gaya tulisan atau 'khat' yang unik dan faktor lainnya,"imbuh nyimas umi kalsum.
selain itu, karena aksara arab melayu menggunakan huruf hijaiyah dengan penambahan beberapa huruf khusus, penulisannya dalam naskah kuno juga dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan khusus pada zamannya.
rata-rata naskah kuno di tulis oleh ulama atau juru tulis yang pernah belajar dan menuntut ilmu di arab.
"karena itu terkadang huruf arab yang di tulis tampak tidak lazim seperti yang biasa kita baca di al quran. misalnya saja untuk hurup "ra" terkadang di tulis seperti garis miring. padahal yang biasa kita baca ada lengkungannya,"ujar pakar filologi sumatera selatan itu.
dalam works shop tersebut, nyimas umi kalsum juga mememberikan beberapa contoh potongan naskah kuno dengan gaya penulisan berbeda.
dia juga mengajak puluhan peserta work shop yang terdiri dari guru agama, mahasiswa dan utusan intansi terkait untuk bersama-sama membaca teks aksara arab melayu dalam naskah tersebut.
disisi lain, nyimas umi kalsum yang pernah membaca dan mengalihmediakan sejumlah manuskrip kuno koleksi museum negeri sumsel atau mengaku hampir seluruhnya manuskrip tersebut beraksara dan berbahasa arab melayu.
"baik itu naskah tentang keagamaan, kesultanan, syair, obat-obatan, hampir seluruhnya ditulis menggunakan aksara arab melayu dan berbahasa melayu,"ujarnya.
"sebagian lagi manuskrip yang di tulis di gelumpai bambu dan kahas menggunakan aksara kagangga,"jelasnya.
apakah ada manuskrip koleksi museum negeri sumsel "bebaso plembang"?
menurut nyimas umi kalsum, sepengetahuannya, dia belum pernah membaca satu manuskrip pun di museum negeri sumsel bahkan di kota palembang yang di tulis menggunakan 'baso palembang' yang disebut-sebut mirip bahasa jawa.
"kalau satu dua lembar dalam naskah pernah terbaca, beraksara honocoroko dan pegon, namun kalau satu naskah kuno, saya belum pernah menemukannya,"ujar nyimas umi kalsum.
"berbeda dengan di pulau jawa, sangat banyak ditemukan manuskrip yang menggunakan aksara arab melayu berbahasa daerah lokal. sehingga untuk memahami isi manuskrip itu juga diperlukan pemahaman bahasa lokal tersebut,"bebernya.
karena itulah menurut perempuan yang belum lama ini mendapat penghargaan dari perpustakaan nasional (perpusnas) republik indonesia karena berhasil mengajukan naskah simbur cahaya menjadi ingatan kolektif nasional 2024, pelajaran tentang aksara arab melayu tersebut sangat penting untuk terus dilestarikan.
"karena aksara arab melayu ini berkaitan erat dengan sejarah, pelajaran agama bahkan ilmu pengetahuan umum seperti medis dan lainnya,"ujarnya.
menurutnya, manuskrip kuno bisa menjadi sumber primer data sejarah.
perempuan yang sering 'blusukan' ke pelosok sumsel untuk mencari informasi tentang naskah kuno, penggunaan bahasa lokal daerah di sumsel sering di temukan pada naskah kuno yang menggunakan huruf ulu.
"ada yang menggunakan bahasa komering, komering lampung, bahasa lokal muara enim dan lainnya, tapi tidak ada yang ber bahasa palembang"
nara sumber lainnya dalam work shop tersebut kemas h andi syarifudin sag mag juga mengungkapkan tentang sejarah perkembangan aksara arab melayu masuk ke sumatera selatan.
dia mengatakan jika ulama-ulama ternama seperti syeikh abdul shomad al palembani juga menulis sejumlah naskah kuno menggunakan aksara arab melayu.
aksara tersebut juga di gunakannya dalam mengajar pengetahuan agama kepada murid-muridnya.
selain itu katanya aksara melayu juga di gunakan untuk menulis di kesultanan palembang darussalam baik itu dalam surat-surat sultan, surat perjanjian dengan belanda, maupun naskah kuno karya sultan.
pemilik ratusan naskah kuno itu mengatakan jika ia sendiri sempat mendapat pelajaran tentang aksara arab melayu tersebut di bangku sekolah.
"saya bahkan masih menyimpan buku panduan belajar aksara arab melayu, namanya kitab lembaga,"ujarnya.