Dam Haji Bisa Disembelih di Tanah Air, Hasil Mudzakarah Perhajian 2024
DAM HAJI : Jemaah Haji Indonesia tahun 2024 menyaksikan penyembelihan hewan untuk pembayaran dam. (foto : doni bae) --
BACAKORAN.CO -- Ini informasi terbaru bagi calon Jemaah Haji Indonesia tahun 2025. Hasil Mudzakarah Perhajian 2024 yang baru saja di gelar di Bandung, Jawa Barat 7-9 November lalu mengeluarkan beberapa keputusan penting.
Diantaranya yaitu tentang hukum pembayaran Dam atau denda bagi jemaah haji.
Diketahui Dam adalah sangsi atau denda yang harus dibayar saat seseorang menunaikan ibadah haji karena beberapa sebab.
Diantara sebab pembayaran Dam adalah bagi jemaah haji Indonesia yang mengambil Haji Tamattu' yaitu melaksanakan umrah terebih dahulu kemudian baru melaksanakan ibadah haji.
BACA JUGA: Ini Dia Syarat dan Jadwal Tahapan Seleksi Petugas Haji 2025 Tingkat Daerah
BACA JUGA:Ini Dia Nama-nama Calon Jemaah Haji Kota Palembang Berhak Berangkat Tahun 2025, Sebarkan
Selain itu pembayaran, jemaah haji wajib membayar Dam karena selama melaksanakan rangkaian ibadah haji dan umroh melanggar larangan haji atau meninggalkan wajib haji.
Sementara Dam secara bahasa berarti mengalirkan darah dengan menyembelih hewan kurban yang dilakukan pada saat melaksanakan ibadah haji.
Selama ini, jemaah haji Indonesia melakukan pembayaran Dam Haji Tamattu' di tanah suci di tempat-tempat yang telah di sediakan Pemerintah Arab Saudi yang bekerjasama dengan pemerintah Indonesia.
Namun tidak sedikit jemaah haji yang melakukan pebayaran Dam secara perorangan maupun secara terkoordinir oleh Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH).
BACA JUGA: Mau Tahu Besaran Asuransi yang Diberikan Kepada Jemaah Haji yang Wafat? Ini Penjelasannya
BACA JUGA:Lantaran Ini, Netanyahu Imbau Warga Israel Hindari Bepergian ke Luar Negeri, Khususnya Eropa!
Jemaah Haji juga bebas memilih dan menentukan harga hewan yang hendak di sembelih serta tempat penyembelihannya.
Nah, keputusan Mudzakarah Perhajian Indonesia menyebutkan bahwa penyembelihan dan pembagian daging hadyu/dam di luar tanah haram termasuk di tanah air Indonesia, hukumnya boleh dan sah.
Mudzakarah merekomendasikan Pemerintah membuat pedoman tata kelola Dam Jemaah haji dan memasukan ketentuan penyembelihan dan pembagian daging hadyu/dam di luar tanah haram termasuk di tanah air.
Sementara itu, selain soal Dam, Mudzakarah Perhajian Indonesia juga menyepakati dua keputusan lainnya yaitu terkait hukum menggunakan nilai manfaat hasil investasi dana setoran awal (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji jemaah lain, skema tanazul (meninggalkan) mabit di tenda Mina.
BACA JUGA:Bank Emas Indonesia Segera Hadir? Simak Kata Pakar tentang Manfaat dan Tantangannya!
BACA JUGA:Profil Lydia Onic yang Viral Gegara Diduga Terlibat Skandal Video Syur Durasi 12 Menit 13 Detik
Keputusan itu dibacakan oleh Dr KH Aris Ni’matullah dari Pesantren Buntet Cirebon pada upacara penutupan Mudzakarah Perhajian Indonesia.
“Hukum memanfaatkan hasil investasi Setoran Awal BPIH calon jemaah haji untuk membiayaipenyelenggaraan ibadah haji jemaah lain adalah mubah,” jelas KH Aris Ni’matullah di kutip dari kemenag.go.id.
Menurut KH Aris Ni’matullah, penentuan persentase besaran pemanfaatan Hasil Investasi Setoran Awal BPIH itu, harus didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan baik bagi jemaah haji masa tunggu (waiting list) maupun jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan.
“Presentasi pemanfaayan juga harus memastikan sustainabilitas dana haji dalam jangka panjang sehingga memberikan jaminan keamanan hak-hak jemaah haji daftar tunggu dan keringanan jemaah haji yang akan berangkat pada tahun berjalan,” tegasnya.
BACA JUGA:Viral! Video Syur 12 Menit Diduga Lydia Onic, Linknya Bikin Warganet Heboh Karena Hal ini
“Pemerintah (BPKH) memiliki kewenangan mengelola secara penuh dana setoran awal BPIH, dengan tetap mempertimbangkan prinsip syari’ah, skalaprioritas, kehati-hatian, dan maslahat yang terukur,” sambungnya.
Terkait Tanazul di Mina, Mudzakarah Perhajian Indonesia memutuskan bahwa untuk mengurangi kepadatan di area Mina serta memberikan rasa aman dan nyaman bagi jemaah sakit, lansia, resiko tinggi, disabilitas, pendamping serta para petugas yang mengurus jemaah diberikan keringanan meninggalkan (tanazul) mabit di Mina dan kembali ke hotel tempat tinggalnya di Makkah.
“Jemaah sakit, lansia, resiko tinggi, disabilitas, pendamping dan petugas yang mengurus jemaah adalah berstatus udzur, maka ketika meninggalkan (tanazul) mabit di Mina, hajinya sah dan tidak dikenakan dam,” jelasnya.