Jaksa Sebut Vonis Teerhadap Mantan Ketua Bawaslu OKU Timur Tak Adil, Berharap Banding Dukabulkan

BANDING : JPU Kejari OKU Timur banding vonis terhadap mantan Ketua Bawaslu OKU Timur. (foto: kholid/sumeks)--
JPU menjerat terdakwa dengan pasal primair yakni Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
BACA JUGA:Perampokan Agen BRILink Tanjung Raja Ternyata Hanya Rekayasa, Siti Fatimah Pukul Sendiri Kepalanya
Sementara Majelis Hakim tingkat PN Palembang berkeyakinan bahwa terdakwa Ahmad Ghufron terbukti bersalah berdasarkan pasal 2 junto pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999.
"Kemudian, soal penjatuhan hukuman terhadap terdakwa, dimana kami menuntut 7,5 tahun penjara, kemudian vonis 2 tahun penjara. Ini menurut kami ini tidak adil," tegas Hafiezd.
Alasan ketiga kata dia adalah pembebanan uang pengganti. JPU Kejari OKU Timur kata dia menuntut ganti kerugian negara sebesar lebih kurang Rp 2,1 milliar. Sementara amar putusan hakim hanya membayar uang pengganti Rp 200 juta. Uang penganti itupun dimasukan dalam uang yang telah berhasil disita Rp 2,4 milliar sebelumnya.
"Padahal selama jadi saksi maupun terdakwa di persidangan, terdakwa Ahmad Ghufron tidak mengakui pengembalian uang Rp 200 juta. Angka Rp 200 juta itu muncul saat pledoi," katanya.
BACA JUGA:Ketua Bawaslu Minta Polri Lindungi Jajaran Pengawas Pemilu, Ini Alasannya
BACA JUGA:Bawaslu Sumsel Himbau Masyarakat untuk Aktif Laporkan Dugaan Pelanggaran Pilkada
Hafiezd menegaskan, JPU masih berpendapat bahwa terdakwa Ahmad Ghufron bertanggung jawab atas seluruh dana hibah Bawaslu. Termasuk sisa kerugian negara sekitar Rp 2,1 miliar itu. "Posisi dia (terdakwa Ahmad Ghufron) saat itu Ketua Bawaslu. Dia yang menandatangani surat naskah perjanjian hibah daerah," katanya.
Ia berharap memori banding dapat dikabulkan di tingkat Pengadilan Tinggi. "Kita tujuannya memulihkan kerugiran negara," ujarnya.
Diketahui dalam sidang pada 24 Februari 2025, JPU menuntut Ahmad Ghufron dengan pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan (7,5 tahun), pidana denda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan, serta pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp2.139.131.588.
Jumlah uang pengganti tersebut merupakan sisa kerugian negara setelah dikurangi pengembalian yang telah dilakukan oleh terdakwa sebesar Rp80.531.400.
Jika uang pengganti tidak dibayarkan maksimal satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa akan disita dan dilelang. Jika tidak mencukupi, maka terdakwa akan menjalani pidana pengganti berupa penjara selama 3 tahun dan 9 bulan.