Surati Menkeu Purbaya, Pengusaha Tekstil Minta Pemerintah ‘Bersih-bersih’ Impor Ilegal, Ini Isi Lengkapnya!
Pengusaha tekstil tergabung dalam APSyFI surati Menkeu Purbaya Yuhi Sadewa meminta pemerintah menyelamatkan industri tekstil dan ‘bersih-bersih’ impor tekstil ilegal.--textile industry/ist
BACAKORAN.CO - Para pengusaha serat dan benang filamen surati Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa.
Mereka menuntut langkah nyata untuk menyelamatkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional yang tengah tercekik oleh serbuan impor ilegal dan praktik dumping produk luar negeri.
Surat itu dikirim langsung oleh Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) sebagai bentuk keprihatinan mendalam atas rusaknya ekosistem industri dalam negeri akibat praktik perdagangan yang tidak sehat.
“Perhatian Menkeu terhadap praktik impor ilegal menjadi sinyal positif bagi kami. Sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha harus dijaga agar industri ini tidak kolaps,” ujar Ketua APSyFI Redma Gita Wirawasta seperti dilansir dari CNN Indonesia.
BACA JUGA:Diundang Pesta Ultah Jawab Insyallah, Pulangnya Kepala Berdarah Akibat Dihantam Botol Anggur Merah
BACA JUGA:Rubicon Pelat Palsu Milik AKP Ramli Tak Ditilang, Netizen: Kalau Rakyat Biasa, Langsung Kena!
Rantai Pasok Nasional Terancam Putus
APSyFI menyoroti jika rantai pasok industri TPT yang semula terintegrasi dari hulu hingga hilir kini tengah porak-poranda.
Banjir produk impor tanpa izin resmi telah menciptakan kesenjangan besar antara data perdagangan Indonesia dan negara mitra ekspor.
Hal ini menandakan banyak barang masuk tanpa tercatat di sistem Bea Cukai.
BACA JUGA:Tersebar Video Penyiksaan 'Brutal' Tahanan Palestina di Negev, Publik Ramai Minta ICC Bertindak
BACA JUGA: Trump dan Prabowo Hadiri KTT Perdamaian Gaza di Sharm El Sheikh, Bahas 21 Poin Rencana Damai Dunia
“Celakanya, hal ini bukan cuma merugikan pelaku industri dalam negeri, tapi juga menguras potensi penerimaan negara,” tegas Redma.
Celah Impor Ilegal: Dari Pelabuhan hingga HS Code
APSyFI menuding masih banyak celah dalam sistem pengawasan impor, terutama karena tidak digunakannya sistem port-to-port manifest.
“Importir bisa membuat dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) tanpa mengacu pada Master Bill of Lading (B/L). Celah inilah yang memungkinkan praktik misdeclare, under-invoicing, hingga pelarian HS code,” papar Redma.