bacakoran.co - layanan publik memainkan peran vital dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. 

baru-baru ini, presiden menegaskan bahwa penilaian terhadap proyek ini harus didasarkan pada manfaat publik, bukan sekadar untung-rugi.

pernyataan tersebut muncul sebagai tanggapan terhadap polemik seputar proyek kereta cepat whoosh.

dalam kunjungannya ke stasiun tanah abang baru, jakarta, pada selasa (4/11), prabowo meminta agar layanan transportasi publik termasuk whoosh tidak dilihat dari sisi komersial semata. 

“whoosh itu semua public transport, di seluruh dunia, jangan dihitung untung-rugi, hitung manfaat tidak untuk rakyat,” ujarnya. 

menurut presiden, pemerintah saat ini mensubsidi hingga sekitar 60 persen dari seluruh biaya kereta api di indonesia, sedangkan rakyat membayar hanya sekitar 20 persen. 

kebijakan ini menunjukkan bagaimana negara hadir dalam layanan transportasi publik demi kepentingan rakyat. 

polemik terhadap proyek kereta cepat whoosh memang makin mencuat.

proyek tersebut dibangun dengan total investasi sebesar us$7,2 miliar (setara rp 116,54 triliun dengan kurs rp16.186 per dolar as), termasuk pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar us$1,21 miliar dari nilai awal us$6,05 miliar. 

sebanyak 75 persen pendanaan berasal dari pinjaman china development bank (cdb), sedangkan 25 persen berasal dari setoran modal pemegang saham yakni konsorsium bumn indonesia melalui pilar sinergi bumn indonesia (psbi) sebanyak 60 persen dan beijing yawan hsr co ltd sebanyak 40 persen.

menanggapi sorotan publik, presiden prabowo menyatakan bahwa dirinya siap bertanggung jawab atas proyek whoosh sebagai presiden ri dan meminta agar masyarakat tidak khawatir. 

“jadi jangan khawatir, saya sudah sampaikan semua, saya sudah pelajari masalahnya. indonesia sanggup dan itu wajar semuanya itu,” kata prabowo.

dari sudut pandang “manfaat transportasi publik kereta cepat”, proyek whoosh memang menawarkan percepatan konektivitas antara jakarta dan bandung.

lintas sepanjang 142,3 km ini dioperasikan oleh konsorsium pt kereta cepat indonesia china (kcic) dan menggunakan armada kecepatan tinggi hingga 350 km/jam. 

namun, kritik muncul karena perkiraan penumpang dan pendapatan belum sepenuhnya terealisasi sebagaimana studi kelayakan.