Mahal, Dihitung per Menu
Baca Sumatera Ekspres Disini
PALEMBANG – Produk makanan dan minuman serta jasa usaha harus mengantongi sertifikat halal paling lambat 17 Oktober 2024. Jika tidak, siap-siap kena sanksi. Yang jadi keluhan, biaya untuk mendapatkan sertifikat halal cukup mahal. Waktunya juga relatif lama.
Para pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Jasa Boga Indonesia (APJI) Sumsel telah mengetahui kewajiban adanya sertifikat halal ini. “Semua usaha yang berhubungan dengan kuliner diwajibkan. Sudah ada aturannya tentang itu,” kata Ketua APJI Sumsel, Hj Sulaiha SSos, kemarin.
Yang dirasa memberatkan pihaknya, semakin banyak menu yang akan dibuatkan sertifikat halalnya, biayanya juga makin mahal.
Dia mencontohkan, mengajukan sertifikat halal untuk lima menu kateringnya. “Kena biaya Rp3,5 juta sampai Rp4,5 juta buat sertifikat halalnya,” ungkap dia. Baca juga : Mudah Didapat, 10 Makanan Lezat yang Bisa Menurunkan Kadar Kolesterol Jahat Baca juga : Boleh Diamalkan, Doa Cepat Hamil dan Dapat Keturunan yang Saleh dan Saleha
Dikatakannya, sertifikat halal untuk usaha kuliner katering butuh per item atau per menu. “Misalnya, ayam kecap (satu sertifikat), pindang satu sertifikat juga. Yang lain seperti itu. Jadi kalau dihitung, per item biayanya sekitar Rp300 ribu,” beber Sulaiha.
Untuk proses pembuatan juga lumayan lama. “Sekitar 1-1,5 bulan baru keluar,” tambah dia. Pengalaman dia dan anggota APJI, harus menunggu 10 orang yang mengajukan, baru pembuatan sertifikat halal itu bisa diproses.
“Setelah daftar, ada orang 10, ada tim yang akan datang ke lokasi usaha kita. Mereka akan lihat langsung bahan yang digunakan, proses pembuatan. Kalau bahan-bahannya bukan rekomendasi dari MUI, itu yang akan memperlambat proses pembuatan sertifikat halal,” beber Sulaiha.
Setelah itu, barulah difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kemudian barulah keluar sertifikat halalnya dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). “Sertifikat halalnya kita ambil di kantor Kemenag,” tukas dia.
Terpisah, Sekretaris Asosiasi Pengusaha Pempek (Asppek) Palembang, Kartini mengatakan, sertifikasi halal bagi makanan seperti pempek sudah keharusan. Apalagi jika mau ekspor. “Sekitar 45 persen dari 220 anggota Asppek sudah kantongi sertifikasi halal. Waktu pandemi 2020-2022, banyak kuota sertifikasi gratis,” tuturnya. Baca juga : Anda Muslim ? Pahami Posisi Tangan yang Benar Saat Takbir Baca juga : Harus Tahu dan Jangan Keliru ! Tulisan yang Benar berikut Artinya antara Amin, Aamin, Amiin, dan Aamiin
Namun label halal tidak begitu saja bisa diberikan. Harus melalui proses audit. Semua bahan baku yang digunakan harus halal. Misalnya sagu yang punya sertifikat halal, garam, juga ikannya. “Kami memastikan ikan dari pemasok halal, ada pernyataan bermaterai dari pedagang bahwa ikan giling tersebut halal tanpa campuran,” tegasnya.
Menurutnya, sertifikasi halal sangat penting karena memberi rasa aman bagi konsumen. Sebab ada saja produsen memberikan arak pada cuka pempek. “Kami juga lebih percaya diri promosi jika punya label halal. Juga mendukung campaign pemerintah terkait destinasi wisata halal,” jelasnya.
Diketahui, pemerintah melalui Kemenag RI mengalokasikan 1 juta sertifikat halal. dan “Ada alokasi 100 ribu sertifikat untuk di Sumsel,” ucap Sekretaris Satgas Halal Sumsel, Yauza Efendi, kemarin. Dijelaskan, 17 Oktober 2011 hingga 17 Oktober 2024 proses transisi usaha mikro kecil (UMK) untuk dapat sertifikat halal.
Kemudian, 2021 hingga 2026 tahapan sertifikat halal untuk obat tradisional. Selama proses ini, tidak ada penindakan. Masih sosialisasi. Bagi usaha yang memang tidak halal, tidak wajib mengurus sertifikat. Baca juga : Langganan Beasiswa, Pecahkan Rekor Doktor Termuda Baca juga : Ratu Dewa Warrior Cup, Ajang Olahraga Karate yang Jaring Atlet Muda
Sejauh ini, ucapnya, sertifikasi halal adalah proses akhir. Produk harus punya aspek legal paling standar Nomor Induk Berusaha (NIB), BPOM dan BSN. “Beda produk, beda pula izinnya,” tutur Yauza.
Setelah itu, barulah pelaku usaha mendaftar untuk dapat sertifikat halal. “Jadi, halal ini proses paling akhir dari proses legalisasi sebuah produk,” tandasnya.Karena sifatnya wajib, pemerintah memberikan fasilitasi secara gratis untuk usaha beresiko rendah atau usaha yang tidak memiliki unsur daging.
“Tahun ini, total ada 1 juta kuota dari pemerintah pusat dan Sumsel kebagian sertifikat halal untuk 10 ribu UMK,” bebernya. Untuk proses halal ini leading sektor adalah Kemenag.
Dikatakan, ada self declare untuk bantuan sertifikat halal gratis.
Untuk mendapatkannya, bisa langsung datang ke Kemenag. Bisa pula ke tempt pelayanan yang ada di OPI Mall. “Self declare ini gratis dan semua bisa dilakukan secara online,” jelas Yauza.
Cukup banyak lembaga yang memberikan fasilitasi pendampingan seperti MES, UIN Rafa dan lainnya. Mereka melatih para pemuda untuk melakukan pendampingan. Total ada 330 pendamping dan ini akan terus ditambah. “Tahun ini ada 1.200 pendamping,” ucap dia. Baca juga : Bocor ! Ini Kisi-Kisi Soal Seleksi Masuk PTN Baca juga : Tarif Tol Gratis, Lebaran Nanti Palembang ke Prabumulih Cuma Satu Jam
Saat ini, ada 3.000 produk yang sudah mendapatkan sertifikat halal. “Harapannya ada percepatan pendaftaran sertifikat halal,“ harapnya. Bagi yang belum punya sertifikat halal, mulai tahun depan wajib memajang tulisan pemberitahuan “usaha ini belum bersertifikat halal”.
Sebenarnya, kata dia, pihaknya sudah menginformasikan terkait kebijakan ini kepada pelaku usaha. Ada pelaku usaha yang bergerak cepat ada juga yang belum mengurus sertifikat halal. Tapi saat aturan sudah selesai pada 2024 nanti, maka ada penindakan terhadap pelaku usaha yang tidak mengurus sertfikat halal.
Untuk penindakan, ucap Yauza, bisa teguran, sanksi administratif, pencabutan izin hingga pidana. “Saat ini kami masih memberikan imbauan dan belum ada penindakan karena aturannya berlaku mulai 2024 nanti” pungkas dia.
Kepala BPJPH Kemenag, Muhammad Aqil Irham. Menurutnya, masing-masing pihak sudah memiliki tugas dan tanggung jawabnya dalam tahapan sertifikasi halal, sejak dari pengajuan pemilik produk hingga terbitnya sertifikat. BPJPH memiliki tugas menetapkan aturan/regulasi, menerima dan memverifikasi pengajuan produk yang akan disertifikasi halal dari pelaku usaha (pemilik produk), dan menerbitkan sertifikat halal beserta label halal.
Sementara Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) bertugas melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk yang diajukan untuk sertifikasi halalnya. Pemeriksaan ini dilakukan oleh auditor halal yang dimiliki oleh LPH.
Pihak ketiga yang berperan dalam proses sertifikasi halal yakni MUI. Lembaga ini berhak menetapkan kehalalan produk melalui sidang fatwa halal. Ketetapan halal ini, baik yang terkait dengan standar maupun kehalalan produk. “Sertifikat halal yang diterbitkan BPJPH didasarkan atas ketetapan halal MUI,” tegasnya.(yun/tin/fin/*/)