Produk Non Halal Tempat Terpisah

Baca Sumatera Ekspres Disini

Sekitar 80 persen produk yang dijual di pasar ritel berlabel halal. Terutama makanan, minuman dan kosmetik. Hal itu diungkap Bendahara Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Sumsel, Arvan Zulhandi.

Label halal ini sudah semacam kewajiban yang harus dipenuhi produsen, mengingat permintaan pasar (konsumen) mayoritas muslim.  “Secara tak langsung produsen harus memenuhinya supaya produknya laku di pasar ritel,” tuturnya.

Merek luar pun dilabeli logo halal misalnya minuman kaleng supaya dibeli konsumen Indonesia. Tapi beberapa peritel juga menjual produk non halal yang penempatannya terpisah atau tidak dicampur. Baca juga : Langganan Beasiswa, Pecahkan Rekor Doktor Termuda

Dalam membeli produk makanan minuman, paling utama fokus konsumen itu sebenarnya expired atau tidak, kemudian label BPOM, Dinkes, dan SNI. “Kalau label halal, rata-rata konsumen telah percaya bahwa produk lokal yang dijual pasti halal seperti sembako, susu, snack, makarel, daging, ikan, bahkan minuman bir pun ada yang non alkohol.

Kecuali produk impor, misalnya mi instan dari Korea baru mereka perhatikan label halalnya,” sebut Arvan. Cuma produk impor juga tidak banyak proporsinya, tidak lebih dari 30 persen.

Diakuinya, produk halal yang dipasarkan rata-rata berasal dari produsen (industri) lokal menengah seperti mi instan. Baca juga : Tarif Tol Gratis, Lebaran Nanti Palembang ke Prabumulih Cuma Satu Jam

“Beberapa juga diekspor ke luar negeri (LN), tapi kebanyakan masih ke Asia Timur yang mayoritas berpenduduk muslim, Eropa masih jarang produk halal, sesuai pasar-nya (permintaannya, red). Namun ini peluang bagi Indonesia menjadi pusat industri halal dunia, lantaran memiliki produsen (industri) halal yang kuat. (tin/fad/)

Baca Berita Selengkapnya

Produk Non Halal Tempat Terpisah

Hendra Agustian

Hendra Agustian


sekitar 80 persen produk yang dijual di pasar ritel berlabel halal. terutama makanan, minuman dan kosmetik. hal itu diungkap bendahara asosiasi pengusaha ritel indonesia (aprindo) sumsel, arvan zulhandi.

label halal ini sudah semacam kewajiban yang harus dipenuhi produsen, mengingat permintaan pasar (konsumen) mayoritas muslim.  “secara tak langsung produsen harus memenuhinya supaya produknya laku di pasar ritel,” tuturnya.

merek luar pun dilabeli logo halal misalnya minuman kaleng supaya dibeli konsumen indonesia. tapi beberapa peritel juga menjual produk non halal yang penempatannya terpisah atau tidak dicampur.

baca juga : 

dalam membeli produk makanan minuman, paling utama fokus konsumen itu sebenarnya expired atau tidak, kemudian label bpom, dinkes, dan sni. “kalau label halal, rata-rata konsumen telah percaya bahwa produk lokal yang dijual pasti halal seperti sembako, susu, snack, makarel, daging, ikan, bahkan minuman bir pun ada yang non alkohol.

kecuali produk impor, misalnya mi instan dari korea baru mereka perhatikan label halalnya,” sebut arvan. cuma produk impor juga tidak banyak proporsinya, tidak lebih dari 30 persen.

diakuinya, produk halal yang dipasarkan rata-rata berasal dari produsen (industri) lokal menengah seperti mi instan.

baca juga : 

“beberapa juga diekspor ke luar negeri (ln), tapi kebanyakan masih ke asia timur yang mayoritas berpenduduk muslim, eropa masih jarang produk halal, sesuai pasar-nya (permintaannya, red). namun ini peluang bagi indonesia menjadi pusat industri halal dunia, lantaran memiliki produsen (industri) halal yang kuat. (tin/fad/)

Tag
Share