BACAKORAN.CO – Meski mendapatkan penolakan dari sejumlah pihak, khususnya serikat buruh, upah minimum provinsi (UMP) Sumatera Selatan (Sumsel) tahun 2024 tetap disahkan.
Nilainya naik Rp52.696 atau hanya 1,55 persen menjadi Rp3.456.874 dari sebelumnya Rp3.404.177.
Besaran UMP Sumsel itu tertuang dalam Surat Keputusan No 889/KPTS/Disnakertrans/2023.
Menurut Pj Gubernur Sumsel Agus Fatoni, penetapan UMP tahun 2024 sudah sesuai dengan rekomendasi dewan pengupahan, yang terdiri dari unsur mulai pemerintah, serikat buruh dan akademisi, dan serikat pekerja.
BACA JUGA:Waduh! UMP Sumsel Hanya Naik Segini, Habis untuk Bayar Masuk Toilet Sekali
“Sudah dirapatkan sebelumnya, dan hasil rapat tersebut yang kemudian dijadikan rujukan untuk ditetapkan hari ini,” ujarnya, Selasa (21/11/2023).
Surat keputusan tersebut, terang Fatoni, memuat tiga poin utama yang patut menjadi perhatian pekerja maupun pengusaha.
Apa saja?
Poin pertama, yaitu besaran UMP ditetapkan sebesar Rp3.456.874.
Poin kedua, ketetapan UMP berlaku untuk para pekerja kurang dari satu tahun.
“Sedangkan untuk pekerja lebih dari satu tahun bisa disesuaikan,” tegasnya.
BACA JUGA:Upah Minimum Naik! Menaker : Dewan Pengupahan Daerah Tetapkan UMP-UMK
Selanjutnya poin ketiga, setiap perusahaan yang telah memberikan gaji di atas nominal UMP yang ditetapkan, dilarang mengurangi atau menurunkan upah yang diberikan.
Dikatakan Fatoni, penetapan besaran UMP ini merupakan hasil yang tidak mudah, dan setiap tahun harus dihadapi.
Antara pekerja dan pengusaha memiliki keinginan yang berbeda.
Namun, lanjutnya, terpenting adalah menjamin baik pekerja maupun pengusaha bisa menciptakan iklim yang kondusif untuk Sumsel.
BACA JUGA:WOW....Ada Kenaikan Upah Minimum Tertinggi di Indonesia, Mau Tahu 3 Provinsi itu!
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Sumsel, Deliar Marzoeki menegaskan bahwa penetapan itu telah mempertimbangkan dinamika dan kondisi terkini di Sumsel.
Termasuk memperhatikan beragam faktor seperti inflasi dan lainnya.
Terkait penolakan dari para pekerja, kata Deliar, mereka bukan tidak setuju dengan nilai kenaikan UMP, melainkan aturan dalam PP 51 yang menjadi dasar penghitungan upah.
Soal upah minimum kabupaten/kota atau UMK nantinya akan dirapatkan kembali oleh dewan pengupahan terdiri dari unsure pemerintah, perusahaan, akademisi dan serikat buruh.
BACA JUGA:Salty, Katanya Upah Naik, Setelah Dihitung hanya Segini !!!
Sebelumnya, usulan kenaikan UMP mendapatkan penolakan, khususnya dari serikat buruh.
Pasalnya, peningkatan upah sebesar 1,5 persen dinilai tidak relevan dengan kondisi sekarang.
Jika dihitung-hitung, kenaikan Rp52 ribu itu sama dengan hanya Rp2 ribu per hari.
“Habis untuk ke toilet satu kali," ujar Ketua DPC FSB Nikeuba Kota Palembang Hermawan.
“UMP hanya disepakati unsur pemerintah dan pengusaha saja, kami jelas menolak karena tidak relevan dan tidak sesuai dengan kondisi saat ini," ujarnya.
BACA JUGA:Tuntut Kenaikan Upah 20 Persen, Security PT TEL Mogok Kerja Tiga Hari
Maka itu, dirinya tidak ikut menandatangani rekomendasi kenaikan UMP tersebut.
Dijelaskan Hermawan, usulan awal kenaikan UMP sebesar 15 persen itu didorong inflasi 2,9 persen dengan laju pertumbuhan ekonomi 5,2 persen.
Termasuk rencana kenaikan gaji aparatur sipil negara (ASN) sebesar delapan persen dan pensiunan 12 persen pada 2024 mendatang.
Pihaknya akan terus berjuang, mengupayakan agar kenaikan UMP bisa lebih tinggi dan sesuai usulan.
Seperti melakukan judicial review terhadap PP 51/202 yang menjadi dasar penghitungan upah.
Memang, lanjutnya, sejak awal mereka sudah menolak penghitungan UMP menggunakan PP baru tersebut.