BACAKORAN.CO – Nilai tukar rupiah melanjutkan tren positifnya.
Mata uang garuda ditutup di zona hijau pada perdagangan hari ini, Selasa (21/11/2023).
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah menguat 0,03 persen atau 5 poin ke posisi Rp15.440 per USD.
Sementara mata uang Negeri Paman Sam terpantau melemah 0,22 persen ke level 103,21 pada sore ini.
BACA JUGA:Rupiah Kian Perkasa, Apa Faktor Pendorongnya?
Penguatan terhadap dolar AS juga dialami mayoritas mata uang Asia.
Tercatat, yen Jepang melesat 0,57 persen, dolar Taiwan menguat tajam 1,05 persen, yuan China menguat 0,49 persen, dan ringgit Malaysia menguat 0,36 persen.
Selanjutnya, baht Thailand naik 0,23 persen, peso Filipina menguat 0,28 persen, won Korea naik 0,20 persen, rupee India menguat tipis 0,01 persen, dan dolar Singapura menguat 0,19 persen.
Kondisi beda dialami dolar Hongkong yang stagnan pada perdagangan hari ini.
BACA JUGA:Tren Menguat, Rupiah Hajar Dolar AS Diperkirakan Lanjut Pekan Depan
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menjelaskan, dari sentimen eksternal yaitu membaiknya sentimen risiko dan ekspektasi bahwa Federal Reserve akan menghentikan kenaikan suku bunga.
Hal itu menjadi katalis positif penguatan rupiah dan mata uang Asia.
Di lain sisi, Bank Sentral Eropa (ECB) kemungkinan masih menaikkan suku bunga meskipun beberapa perkiraan mengantisipasi penurunan suku bunga.
Sebaliknya, di Amerika Serikat, data Indeks Harga Konsumen (CPI) yang lebih lemah dari perkiraan telah menyebabkan pasar mengantisipasi kemungkinan penurunan suku bunga The Fed pada awal Maret 2024.
BACA JUGA:Rupiah Meroket ke Rp15.492 per USD di Akhir Pekan
Selain itu, optimisme terhadap Tiongkok juga menjadi sentimen positif.
Pemerintah Tiongkok tengah menyiapkan lebih banyak dukungan kebijakan untuk sektor properti yang sedang terpuruk dan menjadi salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu.
Dari sentimen internal, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III/2023 membaik dengan mencatat defisit US$ 1,5 miliar, lebih rendah dibandingkan defisit pada kuartal sebelumnya sebesar US$7,4 miliar.
Kondisi tersebut ditopang oleh defisit neraca transaksi berjalan dan transaksi modal dan finansial yang membaik.
BACA JUGA:Rupiah Sikat Dolar AS, Ini Penjelasan BI
Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir September tercatat tetap tinggi sebesar US$134,9, atau setara dengan pembiayaan enam bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.