Rupiah dan Mata Uang Asia-Negara Maju Dibuka Kompak Loyo Dibekuk Dolar AS, Faktor Ini Jadi Biang Keroknya!

Senin 05 Feb 2024 - 10:46 WIB
Reporter : Ramadhan Evrin
Editor : Ramadhan Evrin

Inflasi meningkat dari 3,1 persen di November menjadi 3,4 persen di Desember 2023, melampaui konsensus 3,2 persen.

Indikator lain, seperti PMI Manufaktur ISM yang mencapai 47,4 dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) untuk kuartal IV-2023 sebesar 3,3 persen juga mendukung pandangan ini.

Namun, bank sentral belum cukup percaya diri untuk memangkas suku bunga acuan pada pertemuan FOMC pada Maret mendatang.

Dikatakannya, tidak ada alasan untuk menghentikan proses pengetatan suku bunga karena inflasi turun tanpa adanya perlambatan ekonomi dan kenaikan angka pengangguran.

BACA JUGA:Rupiah Melemah pada Pembukaan Perdagangan, Ternyata Ini Biang Keladinya!

The Fed, terang Powell, akan memerlukan waktu yang lama untuk menurunkan suku bunga jika data pendukung tidak sesuai dengan harapan.

Sebaliknya, jika inflasi turun lebih cepat, pemangkasan suku bunga bisa dilakukan lebih awal.

Powell juga mengisyaratkan bahwa siklus pengetatan suku bunga sepertinya sudah mencapai puncak.

Pemangkasan suku bunga mungkin dilakukan dalam tahun ini, tetapi semuanya akan didasarkan pada data pendukung.

BACA JUGA:Pasar Prediksi The Fed Tahan Suku Bunga, Rupiah Ditutup Menguat Jadi Segini..

Sebagai implementasi kebijakan moneter AS, The Fed mempertahankan tingkat bunga pada saldo cadangan sebesar 5,4 persen efektif 1 Februari 2024.

Komite Pasar Terbuka Federal juga memberikan arahan untuk melaksanakan transaksi di sistem rekening pasar terbuka sesuai dengan kebijakan domestic.

Yakni dengan melakukan operasi pasar terbuka sesuai suku bunga acuan di level 5,25-5,5 persen.

Kategori :