Seharusnya pada bulan Oktober, November, Desember itu musim hujan.
“Namun, hujan baru turun, artinya panen paling cepat baru bisa dilakukan pada bulan Maret, April, Mei, Juni," ungkap Zulhas.
Jika beras premium lokal banyak diminati, lanjutnya, maka harga akan naik karena ketersediaannya menjadi terbatas.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah menyediakan alternatif dengan memberikan akses kepada beras SPHP Bulog.
"Beras ini juga enak dan berkualitas,” tuturnya.
Dijelaskan, ada beras komersial yang dijual seharga Rp14.000 per kilogram, dan ada juga beras subsidi dari Bulog, yaitu beras SPHP yang dijual seharga Rp55.000 per karung kemasan 5 kg.
“Jadi sebetulnya, jika harga beras premium mahal, diharapkan masyarakat bisa memilih untuk membeli beras alternatif, baik itu beras komersial dari Bulog maupun beras SPHP," terangnya.
Adanya pasokan beras dari Bulog tentunya dapat menahan kenaikan harga beras lokal yang belum masuk masa panen raya karena permintaannya akan beralih ke permintaan beras SPHP.
Namun, ada juga masyarakat yang merasa jika rasa beras SPHP beda.
Itu terjadi karena faktor kebiasaan.
“Tentu saja sulit jika seseorang sudah terbiasa dengan beras dari daerah tertentu. Namun, risiko kenaikan harga beras premium lokal akan tetap ada," cetusnya.
Dirinya berharap pada bulan Maret, sebagian sentra produksi padi sudah dapat memanen hasil tanamnya.
BACA JUGA:Viral Beredar Foto 15 Juta Karung Beras Ditimbun, Pemerintah Kena Kritik Pedas, Gini Penjelasannya!
Puncaknya diperkirakan berlangsung pada April-Mei di mana harga beras lokal diharapkan akan stabil.