Sesuai dengan ketentuan yang ada, kata dia, seharusnya TAP MPR hanya bisa dicabut jika telah dikeluarkan TAP MPR baru yang isinya menganulir ketentuan sebelumnya.
Selain itu, Castro mengingatkan pascaamendemen keempat UUD 1945, MPR tidak lagi berstatus sebagai lembaga tertinggi negara.
Oleh sebab itu, ia menyebut MPR sudah tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengeluarkan produk hukum berupa TAP MPR yang bersifat mengatur, melainkan hanya bisa bersifat penetapan semata.
BACA JUGA:Pandangan Mahfud MD Terhadap Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK)
"Mustahil TAP MPR bisa dibatalkan hanya dengan sekedar kesepakatan dalam rapat MPR, yang namanya TAP MPR hanya bisa dicabut dengan TAP MPR juga," tutur Castro.
Atas dasar itu semua, Castro menilai rangkaian manuver yang dilakukan oleh MPR saat ini tidak ubahnya seperti upaya pengondisian dengan tujuan utama melakukan kembali amandemen UUD 1945 atau perubahan kelima.
Di sisi lain, ia juga menyebut adanya rekomendasi dari MPR agar wacana amendemen UUD 1945 dapat dilanjutkan pada periode mendatang juga semakin menegaskan apabila tujuan utamanya memang ingin mengembalikan posisi MPR.
Apabila wacana amendemen itu terwujud, kata Castro, bukan tidak mungkin MPR bakal kembali memiliki kewenangan dan menjadi lembaga tertinggi melebihi presiden.
"Kalau amendemen UUD 1945 yang agendanya mengembalikan kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi maka semua bisa dilakukan," tuturnya.
"Dia [MPR] yang pilih presiden, dia yang menentukan GBHN, kekuasaan tertinggi ada di dia, representasi kedaulatan rakyat ada di dia, semua bisa dilakukan," imbuhnya.