
Insiden ini terjadi di Jenggawah, Jember, sebuah wilayah dengan tingkat kemiskinan 11,2% menurut data BPS Jember April 2025.
Banyak warganya bergantung pada sektor informal, sehingga tekanan ekonomi dan konflik keluarga kerap menjadi pemicu kekerasan domestik.
Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus anak menyakiti orang tua meningkat 15% pada 2024, dengan Jawa Timur sebagai salah satu provinsi tertinggi.
BACA JUGA:Biadab! Pemuda di Serang Babak Belur Hingga Tewas Dianiaya Oknum TNI, Begini Kronologinya
Faktor penyebabnya antara lain:
• Trauma masa kecil dan pola asuh keras
• Tekanan ekonomi yang tinggi
• Minimnya edukasi karakter sejak dini
• Tidak adanya pendampingan psikologis dan sosial
BACA JUGA:Kacau! Oknum Polisi di Palembang Aniaya Mantan Pacar Gegara Cemburu, Ternyata Pelaku Positif Narkoba
Lembaga seperti McLean Hospital dan UNICEF Indonesia menyoroti pentingnya pendekatan holistik dan sistem perlindungan anak yang efektif agar kasus serupa tidak berulang.
Kesimpulan: Kasus Jember Bukan Sekadar Kekerasan Biasa
Kasus ini adalah alarm keras bagi seluruh pihak masyarakat, pemerintah, hingga lembaga perlindungan anak—bahwa kekerasan dalam keluarga bukan persoalan sepele.
Pendidikan karakter, intervensi dini, dan pemulihan psikologis harus menjadi prioritas, bukan hanya setelah viral.
Netizen mungkin marah, tapi lebih penting lagi: apa tindakan nyata kita setelah ini?
BACA JUGA:Kejam! Bocah Teluk Gong Jadi Korban Penganiayaan Pacar Ibunya