Polemik MK Memanas! Puluhan Guru Besar Lapor ke Majelis Kehormatan, Tuntut Anwar Usman Dipecat

Puluhan guru besar Tata Negara melaporkan Ketua MK Anwar Usman ke Majelis Kehormatan diiniali telah melakukan pelanggaran kode etik--

BACAKORAN.CO - Polemik terkait putusan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden terus memanas.

Setelah beberapa kelompok advokat melaporkan dugaan pelanggaran kode etik, kini 16 akademisi dan pengajar Hukum Tata Negara, termasuk beberapa guru besar ternama, ikut melaporkan Anwar Usman atas dugaan pelanggaran kode etik ke Majelis Kehormatan MK.

Kontroversi ini bermula dari keputusan MK yang mengubah batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden menjadi 40 tahun, dengan syarat memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.

Putusan ini telah memicu berbagai reaksi dan pertanyaan etis sejak diumumkan pada Senin, 16 Oktober lalu.

BACA JUGA:Viral! Kantor Mahkamah Konstitusi atau MK Mendadak Berganti Nama Jadi 'Mahkamah Keluarga' di Google Maps

Sekarang, keenam belas guru besar dan pengajar Hukum Tata Negara, termasuk Prof. Denny Indrayana, Prof. Hesti Armiwulan, Prof. Muchamad Ali Safaat.

Lalu Prof. Susi Dwi Harijanti, bergabung dalam upaya untuk melaporkan Anwar Usman atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Selain guru besar, juga ada beberapa akademisi seperti Aan Eko Widiarto, Auliya Khasanofa, Dhia Al Uyun, Herdiansyah Hamzah, Herlambang P. Wiratraman, Iwan Satriawan, Richo Andi Wibowo, Dr. Yance Arizona, dan Beni Kurnia Illahi.

Mereka merupakan bagian dari Constitutional and Administrative Law Society [CALS] dan ditemani oleh kuasa hukum dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Serta Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Indonesian Legal Roundtable Movement 57 (IM 57).

BACA JUGA:Pandangan Mahfud MD Terhadap Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK)

Mereka melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. H. Anwar Usman, S.H., M.H. karena Dugaan Pelanggaran Etik Dan Perilaku Hakim Konstitusi kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MMK) Republik Indonesia.

Para pelapor menduga bahwa Anwar Usman terlibat dalam konflik kepentingan (conflict of interest) dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Karena perkara tersebut terkait erat dengan relasi kekeluargaan Hakim Terlapor dengan pihak yang diuntungkan atas dikabulkannya permohonan, yaitu Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan keponakan Hakim Terlapor.

Mereka juga mengungkapkan bahwa rangkaian konflik kepentingan dan/atau pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim oleh Hakim Terlapor bahkan telah dimulai sebelum putusan dibacakan.

Hal ini telah menimbulkan keraguan terkait independensi dan objektivitas dalam proses pengambilan keputusan.

BACA JUGA:Mahkamah Konstitusi Putuskan Pemilu 2024 Tetap Coblos Caleg

Keputusan yang diambil oleh para akademisi dan advokat ini akan menambah tekanan terhadap Ketua MK Anwar Usman yang telah menghadapi kritik keras dari berbagai pihak sejak putusan kontroversial ini diumumkan.

Harapan masyarakat adalah agar proses hukum berjalan dengan transparansi dan keadilan, dan putusan tersebut akan diuji lebih lanjut oleh pihak berwenang untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum dan etika.

Polemik ini tetap menjadi sorotan masyarakat dan akan terus berkembang dalam waktu dekat.

 
 
 
 

Polemik MK Memanas! Puluhan Guru Besar Lapor ke Majelis Kehormatan, Tuntut Anwar Usman Dipecat

Yudi

Yudi


bacakoran.co - polemik terkait putusan (mk) anwar usman mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden terus memanas.

setelah beberapa kelompok advokat melaporkan dugaan pelanggaran kode etik, kini 16 akademisi dan pengajar hukum tata negara, termasuk beberapa guru besar ternama, ikut melaporkan anwar usman atas dugaan pelanggaran kode etik ke majelis kehormatan mk.

kontroversi ini bermula dari keputusan mk yang mengubah batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden menjadi 40 tahun, dengan syarat memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.

putusan ini telah memicu berbagai reaksi dan pertanyaan etis sejak diumumkan pada senin, 16 oktober lalu.

sekarang, keenam belas guru besar dan pengajar hukum tata negara, termasuk prof. denny indrayana, prof. hesti armiwulan, prof. muchamad ali safaat.

lalu prof. susi dwi harijanti, bergabung dalam upaya untuk melaporkan anwar usman atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

selain guru besar, juga ada beberapa akademisi seperti aan eko widiarto, auliya khasanofa, dhia al uyun, herdiansyah hamzah, herlambang p. wiratraman, iwan satriawan, richo andi wibowo, dr. yance arizona, dan beni kurnia illahi.

mereka merupakan bagian dari constitutional and administrative law society [cals] dan ditemani oleh kuasa hukum dari yayasan lembaga bantuan hukum indonesia (ylbhi).

serta pusat studi hukum dan kebijakan (pshk), indonesia corruption watch (icw), dan indonesian legal roundtable movement 57 (im 57).

mereka melaporkan ketua mahkamah konstitusi prof. dr. h. anwar usman, s.h., m.h. karena dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim konstitusi kepada majelis kehormatan mahkamah konstitusi (mmk) republik indonesia.

para pelapor menduga bahwa anwar usman terlibat dalam konflik kepentingan (conflict of interest) dalam perkara nomor 90/puu-xxi/2023.

karena perkara tersebut terkait erat dengan relasi kekeluargaan hakim terlapor dengan pihak yang diuntungkan atas dikabulkannya permohonan, yaitu wali kota solo gibran rakabuming raka, yang merupakan keponakan hakim terlapor.

mereka juga mengungkapkan bahwa rangkaian konflik kepentingan dan/atau pelanggaran kode etik dan perilaku hakim oleh hakim terlapor bahkan telah dimulai sebelum putusan dibacakan.

hal ini telah menimbulkan keraguan terkait independensi dan objektivitas dalam proses pengambilan keputusan.

keputusan yang diambil oleh para akademisi dan advokat ini akan menambah tekanan terhadap ketua mk anwar usman yang telah menghadapi kritik keras dari berbagai pihak sejak putusan kontroversial ini diumumkan.

harapan masyarakat adalah agar proses hukum berjalan dengan transparansi dan keadilan, dan putusan tersebut akan diuji lebih lanjut oleh pihak berwenang untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum dan etika.

polemik ini tetap menjadi sorotan masyarakat dan akan terus berkembang dalam waktu dekat.

 
 
 
 
Tag
Share