bacakoran.co

Masyarakat Kecil “Makan Tabungan”, DPK Makin Menyusut, Ini Biang Keroknya!

Masyarakat "makan tabungan" tercermin dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan yang kian menyusut.--freepik @jcomp

BACA JUGA:Citibank Pamit dari Indonesia, Begini Nasib Tabungan dan Kredit Nasabah

Tercermin dari rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) tetap terjaga tinggi, yaitu 26,04 persen.

Angka ini jauh lebih tinggi dari rata-rata historisnya yaitu sekitar 20 persen dan juga threshold 10 persen.

Di sisi lain, bank sentral Republik Indonesia itu memastikan melambatnya pertumbuhan DPK juga tidak akan mengganggu penyaluran kredit.

Pasalnya, likuiditas perbankan BI anggap masih sangat cukup, terutama masuk ke dalam SBN.

BACA JUGA:Rahasia Sukses Sebagai Agen Asuransi Prudential, Jadikan Financial Sehat dan Tabungan Bertambah, Tertarik?

Likuiditas perbankan yang tetap memadai juga didukung oleh kebijakan makroprudensial akomodatif, antara lain implementasi kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM).

Dimana total tambahan likuiditas dari insentif KLM mencapai sekitar Rp163,3 triliun per Desember 2023 atau naik sebesar Rp55 triliun sejak penerapan KLM pada 1 Oktober 2023.

Masyarakat Kecil “Makan Tabungan”, DPK Makin Menyusut, Ini Biang Keroknya!

Ramadhan Evrin

Ramadhan Evrin


bacakoran.co – tren masyarakat “makan tabungan” terus terjadi di indonesia.

terbukti dari pertumbuhan nasabah di perbankan yang kian menyusut.

tercatat, (dpk) hanya tumbuh 3,04 persen per november 2023 (yoy), jauh lebih rendah dibanding pencapain sebelumnya yang tumbuh 8,78 persen per november 2022 (yoy).

menurut gubernur (bi) perry warjiyo, melambatnya pertumbuhan dpk disebabkan instrumen investasi yang makin banyak.

kini masyarakat kelompok menengah tidak hanya mengalokasikan uang lebih untuk ditabung di bank saja, tapi juga dialokasikan ke berbagai instrumen investasi.

jika dulunya hanya di dpk, ditabungan di perbankan, maka sekarang uang lebih tadi dimanfaatkan untuk membeli sbn, ritel maupun investasi-investasi lainnya.

“untuk kelompok menengah ini memang (mengalami) penurunan dpk, ada pergeseran dari dulunya di dpk ke pembelian obligasi pemerintah," ujar perry saat konferensi pers di kantor pusat bi, jakarta, kamis (21/12/2023).

ditambahkan deputi gubernur bi juda agung, melemahnya pertumbuhan dpk terutama disebabkan golongan nasabah korporasi.

melemahnya harga-harga komoditas membuat pendapatan menurun.

tidak setinggi tahun sebelumnya.

"jadi income dia (korporasi) dari ekspor tidak setinggi tahun lalu," terang juda.

meski pertumbuhan tabungan nasabah di bank melambat, pihaknya memastikan likuiditas perbankan tidak terganggu.

tercermin dari rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (al/dpk) tetap terjaga tinggi, yaitu 26,04 persen.

angka ini jauh lebih tinggi dari rata-rata historisnya yaitu sekitar 20 persen dan juga threshold 10 persen.

di sisi lain, bank sentral republik indonesia itu memastikan melambatnya pertumbuhan dpk juga tidak akan mengganggu penyaluran kredit.

pasalnya, likuiditas perbankan bi anggap masih sangat cukup, terutama masuk ke dalam sbn.

likuiditas perbankan yang tetap memadai juga didukung oleh kebijakan makroprudensial akomodatif, antara lain implementasi kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (klm).

dimana total tambahan likuiditas dari insentif klm mencapai sekitar rp163,3 triliun per desember 2023 atau naik sebesar rp55 triliun sejak penerapan klm pada 1 oktober 2023.

Tag
Share