bacakoran.co

Perangi Korupsi, Kemenag Bentuk 187 Unit Pengendalian Gratifikasi, Ini Harapannya

Irjen Kemenag Faisal Ali Hasyim.-kemenag-

"Ini adalah langkah konkrit dalam mewujudkan good governance di Kementerian Agama," tukasnya.

Faisal menambahkan, ada dua cara untuk melaporkan gratifikasi. Pertama, melaporkan gratifikasi secara mandiri kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

BACA JUGA:185 Peserta Yang Lulus Seleksi Tenaga Kesehatan CPPPK Kemenag Jangan Senang Dulu, Bisa Gugur Gegara Ini Loh

Dengan cara ini, pelapor dapat datang langsung atau mengirimkan laporan via pos, surat elektronik, atau aplikasi KPK pada laman [https://gol.kpk.go.id](https://gol.kpk.go.id). 

Kedua, melaporkan gratifikasi melalui UPG Satuan Kerja dan meneruskannya ke UPG Instansi Pusat.

Terkait perang terhadap gratifikasi, Kementerian Agama telah menerbitkan Peraturan Menteri Agama 23 Tahun 2021 tentang Pengendalian Gratifikasi pada Kementerian Agama.

Regulasi ini antara lain mengatur tentang gratifikasi yang terbagi menjadi dua kategori: yaitu kategori gratifikasi yang wajib dilaporkan dan tidak wajib dilaporkan.

"Gratifikasi yang wajib dilaporkan merupakan gratifikasi yang berkaitan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas pegawai. Sedangkan, gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan adalah gratifikasi yang tidak terkait dengan kedinasan," tukasnya.

Kata Faisal, masalah gratifikasi diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas. Bisa merupakan pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. 

Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Pasal 12B UU No 20 tahun 2021 menyebutkan bahwa gratifikasi yang diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatan atau berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. 

Penerima gratifikasi diancam hukuman penjara seumur hidup atau paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dengan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.(*)

Perangi Korupsi, Kemenag Bentuk 187 Unit Pengendalian Gratifikasi, Ini Harapannya

Kumaidi

Kumaidi


 

bacakoran.co - kementrian agama (kemenag) serius menyatakan perang pada korupsi. keseriusan itu ditunjukkan dengan membentuk unit pengendalian gratifikasi (upg). 

upg dibentuk langsung oleh kemenag melalui inspektorat jenderal kementerian agama (itjen kemenag). saat ini total ada 187 upg yang tersebar di seluruh indonesia.

"alhamdulillah, sejak 2021 hingga 2023 ini itjen kemenag berhasil mengawal terbentuknya 187 upg. ini ada di tingkat pusat hingga kementerian agama kabupaten/koa. tersebar di seluruh indonesia," terang irjen kemenag faisal ali hasyim di jakarta, jumat (29/12).

faisal merinci, proses pembentukan upg pada 2021 tercatat terbentuk 67 upg pada eselon i, kanwil kemenag provinsi, perguruan tinggi keagamaan negeri. kemudian upt, dsan unite kerja lainnya di kemenag.

dalam progresnya, jumlah upg bertambah pada 2022. pembentukan upg saat itu mencapai 106. 

tahun ini bertambah lagi sebanyak 71 upg. dengan perkembangan ini, saat ini upg di kemenag mencapai 187.

menurut faisal, pembentukan upg akan terus dilakukan. ini agar semakin banyak yang melakukan pengendalian atas gratifikasi.    

"kita akan terus mendorong agar semakin banyak satuan kerja yang memiliki upg," terang faisal.

masihnya pembentukan upg ini, kata faisal, menjadi bukti keseriusan kementerian agama dalam menciptakan lingkungan kerja yang bersih dan bebas dari praktik korupsi. 

harapannya, pembentukan upg dapat memperkuat sistem pencegahan korupsi di kementerian agama. sekaligus menjaga kebersihan dan transparansi lingkungan kerja serta mendorong partisipasi aktif pencegahan gratifikasi.


ilustrasi terkait gratifikasi.-kemenang-

"pembentukan upg merupakan upaya untuk mengintensifikasi budaya dan pemahaman pegawai tentang antikorupsi serta penguatan struktur tata kelola unit pengendalian gratifikasi (upg) pada satuan kerja,” terang faisal.

"ini adalah langkah konkrit dalam mewujudkan good governance di kementerian agama," tukasnya.

faisal menambahkan, ada dua cara untuk melaporkan gratifikasi. pertama, melaporkan gratifikasi secara mandiri kepada komisi pemberantasan korupsi (kpk). 

dengan cara ini, pelapor dapat datang langsung atau mengirimkan laporan via pos, surat elektronik, atau aplikasi kpk pada laman [https://gol.kpk.go.id](https://gol.kpk.go.id). 

kedua, melaporkan gratifikasi melalui upg satuan kerja dan meneruskannya ke upg instansi pusat.

terkait perang terhadap gratifikasi, kementerian agama telah menerbitkan peraturan menteri agama 23 tahun 2021 tentang pengendalian gratifikasi pada kementerian agama.

regulasi ini antara lain mengatur tentang gratifikasi yang terbagi menjadi dua kategori: yaitu kategori gratifikasi yang wajib dilaporkan dan tidak wajib dilaporkan.

"gratifikasi yang wajib dilaporkan merupakan gratifikasi yang berkaitan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas pegawai. sedangkan, gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan adalah gratifikasi yang tidak terkait dengan kedinasan," tukasnya.

kata faisal, masalah gratifikasi diatur dalam undang-undang no. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang no. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. 

dalam uu tersebut dijelaskan bahwa gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas. bisa merupakan pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. 

gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

pasal 12b uu no 20 tahun 2021 menyebutkan bahwa gratifikasi yang diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatan atau berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. 

penerima gratifikasi diancam hukuman penjara seumur hidup atau paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dengan denda paling sedikit rp 200 juta dan paling banyak rp 1 miliar.(*)

Tag
Share