Busyet! Terjadi 355 Pelanggaran Konten Internet selama Tahapan Kampanye, Ini Kata Bawaslu
Anggota Bawaslu Lolly Suhenti-bawaslu-
BACAKORAN.CO - Masa kampanye Pemilu Serentak 2024 telah usai. Saat ini peserta Pemilu harus tunduk dengan aturan untuk tidak bicara soal Pemilu karena memasuki masa tenang.
Namun selama masa kampanye, semua orang berinteraksi di media sosial. Dari sekian interaksi ataupun postingan di media sosial, Bawaslu menemukan 355 pelanggaran konten internet.
"Sepanjang pelaksanaan tahapan Kampanye Pemilu 2024, yakni 28 November 2023-10 Februari 2024, Bawaslu menemukan 355 pelanggaran konten internet," terang Anggota Bawaslu Lolly Suhenti.
"Pelanggaran konten internet selama masa kampanye Pemilu didominasi oleh ujaran kebencian," lanjutnya.
BACA JUGA:Bawaslu Berikan Perhatian Khusus kepada TPS Dekat Posko Tim Pemenangan Pemilu, Ini Alasannya
Lolly menjelaskan, pelanggaran konten internet terbagi dalam tiga jenis. Pertama, ujaran kebencian, kemudian politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta pelanggaran berita bohong.
"Ujaran kebencian merupakan jenis pelanggaran terbanyak dengan 340 konten atau 96%, diikuti politisasi SARA sebanyak 10 konten atau 3%, dan terakhir jenis pelanggaran berita bohong dengan 5 konten atau 1%," jelasnya.
Lanjut Lolly, terkait media yang dipakai untuk menyebarkan konten, pelanggaran konten internet paling banyak menggunakan platform Facebook. Pemakai media ini ada 118 konten melanggar (33,2%).
Bawaslu saat launching program menatap Pemilu 2024.-bawaslu-
Kemudian Instragram 106 konten atau 29,9%, Twitter 101 konten atau 28,5%. Lalu TikTok 28 konten atau 7,9%, dan terakhir YouTube dengan 2 konten atau 2%.
"Berdasarkan sasaran pelanggaran konten internet, mayoritas diarahkan pada pasangan calon presiden dan wakil presiden," ujarnya.
BACA JUGA:Bawaslu Akreditasi 158 Lembaga Pemantau Pemilu, Apa Saja Tugas Mereka? Ini Kata Lolly Suhenty
"Dari 355 konten melanggar, sebanyak 342 konten (96%) menyasar pasangan calon presiden dan wakil presiden, sedangkan sisanya sebanyak 13 konten menyasar penyelenggara pemilu, yakni Bawaslu 10 konten (3%) dan KPU 3 konten (1%)," lanjutnya.
Kata Lolly, temuan 355 pelanggaran tersebut berasal dari tiga metode pengawasan. Pertama, menindaklanjuti pengawasan bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika dan aduan masyarakat dari saluran resmi Bawaslu.