bacakoran.co

Geger Kasus ODGJ Garut, Pelaku Diduga Gangguan Jiwa, Apakah Bisa Dipidana? Simak Penjelasan Pakar Hukum!

Warga Garut digegerkan kasus pembantaian diduga pelaku dan korban ODGJ. Tampak detik-detik sebelum kejadian tersebut --Foto:dok/Thinkstock

BACAKORAN.CO – Kasus ODGJ di Cibalong, Kampung Babakan Limus Kabupaten Garut Jawa Barat gegerkan warga.

Hasil penyelidikan sementara, diduga pelaku dan korban pembantaian merupakan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

Meski begitu, polisi belum bisa memastikannya.

Oleh karena, pastikan apakah pelaku memang ODGJ, polisi akan bekerjasama dengan pihak rumah sakit jiwa.

BACA JUGA:Ngga Nyangka! Fakta Mengejutkan Tetangga Bongkar Sosok Erus, Pelaku Pembantaian ODGJ di Garut, Ternyata..

BACA JUGA:Fakta Mengejutkan Kasus Pembunuhan di Pinggir Jalan yang DiLakukan Oleh ODGJ, Begini Kronologi Lengkapnya...

“Kami masih harus memeriksakannya ke rumah sakit jiwa," ujar Kasi Humas Polres Garut, Iptu Adi Susilo.

Jika benar ODGJ, lantas apakah pelaku bisa bebas dari jeratan hukum?

Berikut ini pembahasannya seperti dilansir bacakoran.co dari laman hukumonline:

Dalam konteks hukum pidana, dikenal adanya konsep alasan penghapus pidana, yang terbagi menjadi alasan pembenar dan alasan pemaaf.

BACA JUGA:Bikin Geger! Tragedi di Jalan Cibalong Garut, Diduga Korban dan Pelaku Sama-sama ODGJ, Benarkah?

BACA JUGA:Diduga ODGJ Habisi Korban di Pinggir Jalan! Apakah Identitas Korban Terungkap? Ini Informasi Selengkapnya...

Alasan Pembenar:

Alasan pembenar menghapus sifat melawan hukum dari suatu tindak pidana, dilihat dari sisi perbuatannya (objektif).

Geger Kasus ODGJ Garut, Pelaku Diduga Gangguan Jiwa, Apakah Bisa Dipidana? Simak Penjelasan Pakar Hukum!

Ramadhan Evrin

Ramadhan Evrin


bacakoran.co – kasus di cibalong, kampung babakan limus kabupaten gegerkan warga.

hasil penyelidikan sementara, diduga pelaku dan korban pembantaian merupakan orang dengan gangguan jiwa (odgj).

meski begitu, polisi belum bisa memastikannya.

oleh karena, pastikan apakah pelaku memang odgj, polisi akan bekerjasama dengan pihak rumah sakit jiwa.

“kami masih harus memeriksakannya ke rumah sakit jiwa," ujar kasi humas polres garut, iptu adi susilo.

jika benar odgj, lantas apakah pelaku bisa bebas dari jeratan hukum?

berikut ini pembahasannya seperti dilansir bacakoran.co dari laman hukumonline:

dalam konteks hukum pidana, dikenal adanya konsep alasan penghapus pidana, yang terbagi menjadi alasan pembenar dan alasan pemaaf.

alasan pembenar:

alasan pembenar menghapus sifat melawan hukum dari suatu tindak pidana, dilihat dari sisi perbuatannya (objektif).

contohnya adalah tindakan 'pencabutan nyawa' yang dilakukan oleh eksekutor penembak mati terhadap terpidana mati.

sesuai dengan pasal 50 kuhp yang masih berlaku saat ini dan pasal 31 uu 1/2023 yang akan berlaku tiga tahun setelah diundangkan, yaitu pada tahun 2026.

alasan pemaaf:

alasan pemaaf menghapus kesalahan dari si pelaku suatu tindak pidana, meski perbuatannya tetap melawan hukum.

dalam hal ini, fokusnya adalah pada kondisi pelaku (subjektif).

misalnya, jika pelaku tidak waras atau gila sehingga tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.

menurut r. soesilo dalam bukunya "kitab undang-undang hukum pidana (kuhp) serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal" (halaman 60-61), terdapat beberapa alasan yang menyebabkan terdakwa tidak dapat dihukum karena perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, yaitu:

1. kurang sempurna akalnya:

yang dimaksud dengan kurang sempurna akalnya adalah kekurangan dalam kekuatan pikiran, daya pikir, dan kecerdasan.

contohnya termasuk orang yang idiot, imbicil, buta-tuli, dan bisu sejak lahir. orang-orang ini tidak sakit, tetapi karena cacat sejak lahir, pemikirannya tetap seperti anak-anak.

2. sakit berubah akalnya:

ini termasuk penyakit seperti gila, histeria (penyakit saraf terutama pada wanita), epilepsi, dan berbagai penyakit jiwa lainnya.

disabilitas mental dan disabilitas intelektual:

menurut pasal 38 uu 1/2023, disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, termasuk kondisi seperti skizofrenia, bipolar, depresi, anxiety, dan gangguan kepribadian.

disabilitas perkembangan yang mempengaruhi kemampuan interaksi sosial seperti autis dan hiperaktif juga termasuk dalam disabilitas mental.

disabilitas intelektual adalah terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata.

seperti lambat belajar, disabilitas grahita, dan down syndrome. pelaku tindak pidana dengan disabilitas mental dan/atau intelektual dinilai kurang mampu untuk memahami sifat melawan hukum dari perbuatan mereka atau untuk bertindak berdasarkan pemahaman tersebut.

menurut penjelasan pasal 39 uu 1/2023, penyandang disabilitas mental dalam keadaan kekambuhan akut dan disertai gambaran psikotik, serta penyandang disabilitas intelektual dengan derajat sedang atau berat, dianggap tidak mampu bertanggung jawab.

untuk menjelaskan ketidakmampuan bertanggung jawab dari segi medis, diperlukan ahli sehingga pelaku tindak pidana dapat dinilai tidak mampu bertanggung jawab.

Tag
Share