bacakoran.co

RUU Pilkada Ditunda, Mahasiswa Jangan Sampai Lengah, UU Omnibus Law Pernah Disahkan Tengah Malam

RUU Pilkada Ditunda Bukan Dibatalkan, Mahasiswa Jangan Sampai Lengah!-Gambar Kolase Tempo dan Parlemen TV-

Sorotan publik kini tertuju pada DPR RI di Senayan, pasca putusan MK terkait pilkada.

DPR dan pemerintah terindikasi menganulir dua putusan MK terkait ambang batas dan batas usia calon kepala daerah.

Putusan MK dalam perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah syarat partai politik untuk mengusung calon kepala daerah dari jumlah kursi DPRD menjadi jumlah raihan suara pada pemilihan legislatif terakhir.

Sementara itu, putusan MK dalam perkara No.70/PUU-XXII/2024 menyatakan bahwa usia minimum calon gubernur dan calon wakil gubernur harus 30 tahun saat ditetapkan sebagai pasangan calon.

Namun, DPR berusaha menganulir kedua putusan ini melalui revisi UU Pilkada yang disepakati dalam rapat pengambilan keputusan tingkat pertama di Baleg DPR.

BACA JUGA:Revisi Kilat UU Pilkada Versi DPR, Umur 30 Tahun saat Dilantik Jadi Gubernur, Karpet Merah Kaesang!

BACA JUGA:Info Loker! Kementrian Keuangan Buka Lowongan CPNS 2024, Berikut Persyaratan dan Tanggal Pendaftarannya...

Baleg hanya mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah bagi partai politik tanpa kursi DPRD, meskipun putusan MK menyatakan perubahan ambang batas juga berlaku untuk partai yang memiliki kursi DPRD.

Baleg juga mengutak-atik batas usia kepala daerah dengan menyatakan bahwa usia minimum 30 tahun dihitung sejak pelantikan pasangan terpilih, merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA) No.23 P/HUM/2024.

Titi Anggraini, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), menegaskan bahwa putusan MK harus dipedomani oleh semua pihak, termasuk DPR, pemerintah, dan Mahkamah Agung.

"Ketika MK sudah memberi tafsir, maka itulah ketentuan yang harus diikuti semua pihak," jelasnya.

Dari 9 fraksi di parlemen, hanya PDI Perjuangan yang menolak revisi UU Pilkada dibawa dan disahkan dalam rapat pengambilan keputusan tingkat kedua atau rapat paripurna DPR yang digelar hari ini.

"Keputusan revisi UU Pilkada saat ini tidak sejalan dengan keinginan rakyat," tandas salah satu anggota fraksi PDIP.

BACA JUGA:Kasus Vina Cirebon Memanas: Fransiskus Marbun Tantang Pengacara Iptu Rudiana Pitra Romadoni Gegara ini...

BACA JUGA:Perselingkuhan Istri Pratama Arhan Azizah Salsha hingga Video Panas Tersebar, Ternyata Sering Lakukan Ini

RUU Pilkada Ditunda, Mahasiswa Jangan Sampai Lengah, UU Omnibus Law Pernah Disahkan Tengah Malam

Yudha IP

Yudha IP


bacakoran.co -  untuk pengesahan rancangan undang-undang (ruu) pilkada kembali ditunda.

penundaan ini terjadi karena jumlah anggota dpr yang hadir tidak memenuhi kuorum.

wakil ketua dpr, sufmi dasco ahmad, menyatakan bahwa keputusan ini diambil untuk mempertimbangkan aspirasi masyarakat sebelum melanjutkan rapat.

penundaan ini memicu reaksi dari berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa yang menggelar unjuk rasa di depan gedung dpr ri.

mereka menolak yang dianggap mengabaikan terkait ambang batas pencalonan kepala daerah.

mahasiswa menegaskan bahwa mereka tidak akan lengah dan akan terus mengawasi proses legislasi ini.

sementara itu, publik masih mengingat bagaimana undang-undang omnibus law cipta kerja disahkan pada tengah malam, 5 oktober 2020.

pengesahan yang dilakukan secara kilat ini menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, termasuk buruh dan aktivis lingkungan.

uu omnibus law dianggap menguntungkan investor namun merugikan pekerja dan lingkungan.

mahasiswa dan masyarakat sipil kini semakin waspada terhadap proses legislasi yang terkesan terburu-buru dan kurang transparan.

"ditunda sampe nanti tengah malem ketok palunya" ciutian x/leyxmun

mereka berharap dpr lebih mendengarkan aspirasi rakyat dan tidak mengulangi kesalahan yang sama seperti pada pengesahan uu omnibus law.

tetap semangat dan terus awasi proses legislasi, jangan sampai lengah!

berikut informasi aksi mahasiswa yang sudah bergerak melawan brutus politik di dpr.

mahasiswa berbagai universitas akan melakukan aksi unjuk rasa menolak revisi uu pilkada oleh dpr yang menganulir putusan mk, dianggap kemunduran demokrasi

sejumlah  dari berbagai perguruan tinggi berencana mengadakan aksi unjuk rasa.

ya mahasiswa melakukan unjuk rasa sebagai respons langkah dewan perwakilan rakyat (dpr) yang menganulir putusan  (mk) mengenai syarat batas usia calon dan ambang batas pencalonan kepala daerah.

aksi  ini dijadwalkan berlangsung pada kamis, 22 agustus 2024.

 menganulir putusan mk tersebut melalui revisi undang-undang (uu) pilkada yang dibahas secara singkat oleh  (baleg) dpr pada rabu, 21 agustus 2024, pembahasan ini hanya memakan waktu beberapa jam.

keluarga mahasiswa (km) institut teknologi bandung (itb) segera merespons langkah dpr dengan melakukan konsolidasi pada hari yang sama.

konsolidasi ini bertujuan untuk menggelar aksi protes terhadap keputusan baleg yang merevisi putusan mk terkait uu pilkada 2024.

presiden km itb, fidela marwa, menganggap keputusan baleg sebagai kemunduran demokrasi di indonesia.

"kami tidak akan diam dengan fenomena yang terjadi di bangsa ini dan kami mengutuk keras segala bentuk upaya yang mengarah pada kemunduran demokrasi," ujarnya.

selain km itb, badan eksekutif mahasiswa universitas indonesia (bem ui) juga akan menggelar aksi unjuk rasa.

aksi ini dijadwalkan berlangsung di depan gedung dpr ri pada kamis pagi.

bem ui mengumumkan rencana aksi mereka melalui akun instagram resmi mereka, mengajak mahasiswa berkumpul di lapangan fisip ui pada pukul 09.00 wib.

tuntutan utama dari para mahasiswa adalah mendukung putusan mk dan menolak revisi uu pilkada yang dilakukan oleh baleg dpr.

mahasiswa dari berbagai kampus mulai bergerak untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap keputusan pemerintah dan dpr yang dianggap tidak sejalan dengan keinginan rakyat.

misalnya, keluarga mahasiswa institut teknologi bandung (km itb) berencana menggelar demonstrasi di lapangan merah, bandung, jawa barat.

sementara itu, aktivis mahasiswa dari universitas islam bandung akan melakukan orasi di gedung dprd jawa barat dengan seruan "rakyat gugat negara."

sorotan publik kini tertuju pada dpr ri di senayan, pasca putusan mk terkait pilkada.

dpr dan pemerintah terindikasi menganulir dua putusan mk terkait ambang batas dan batas usia calon kepala daerah.

putusan mk dalam perkara nomor 60/puu-xxii/2024 mengubah syarat partai politik untuk mengusung calon kepala daerah dari jumlah kursi dprd menjadi jumlah raihan suara pada pemilihan legislatif terakhir.

sementara itu, putusan mk dalam perkara no.70/puu-xxii/2024 menyatakan bahwa usia minimum calon gubernur dan calon wakil gubernur harus 30 tahun saat ditetapkan sebagai pasangan calon.

namun, dpr berusaha menganulir kedua putusan ini melalui revisi uu pilkada yang disepakati dalam rapat pengambilan keputusan tingkat pertama di baleg dpr.

baleg hanya mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah bagi partai politik tanpa kursi dprd, meskipun putusan mk menyatakan perubahan ambang batas juga berlaku untuk partai yang memiliki kursi dprd.

baleg juga mengutak-atik batas usia kepala daerah dengan menyatakan bahwa usia minimum 30 tahun dihitung sejak pelantikan pasangan terpilih, merujuk pada putusan mahkamah agung (ma) no.23 p/hum/2024.

titi anggraini, anggota dewan pembina perkumpulan untuk pemilu dan demokrasi (perludem), menegaskan bahwa putusan mk harus dipedomani oleh semua pihak, termasuk dpr, pemerintah, dan mahkamah agung.

"ketika mk sudah memberi tafsir, maka itulah ketentuan yang harus diikuti semua pihak," jelasnya.

dari 9 fraksi di parlemen, hanya pdi perjuangan yang menolak revisi uu pilkada dibawa dan disahkan dalam rapat pengambilan keputusan tingkat kedua atau rapat paripurna dpr yang digelar hari ini.

"keputusan revisi uu pilkada saat ini tidak sejalan dengan keinginan rakyat," tandas salah satu anggota fraksi pdip.

anggota dpr fraksi partai golkar, christina aryani, mengklaim bahwa dpr tidak mengintervensi kewenangan mk dalam pengujian undang-undang.

"dpr bersama dengan pemerintah melakukan pembahasan revisi rancangan undang-undang ini untuk merespons adanya putusan mk dan ma," ujar christina.

Tag
Share