Ekonom Kritis Bersuara Lantang Faisal Basri Meninggal Dunia, Ini Profil Singkatnya!
Ekonom kritis yang kerap bersuara lantang Faisal Basri meninggal dunia pada Kamis. 5 September 2024 sekitar pukul 03.50 wib.--istimewa
Lahir di Bandung pada 6 November 1959, Faisal juga tidak segan-segan mengkritik program unggulan Jokowi seperti hilirisasi.
Menurutnya, hilirisasi yang dijalankan pemerintah masih banyak kekurangan dan memerlukan perbaikan.
BACA JUGA:Innalillahi! Habib Jafar Shodiq Meninggal Dunia di Tol Solo-Ngawi, Ini Kronologi Kecelakaannya...
Pada masa Pemilihan Presiden 2024, Faisal bahkan secara terang-terangan meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, serta sejumlah menteri lainnya untuk mundur dari kabinet Jokowi.
Ia menilai pemerintahan cenderung berpihak kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
"Ayo kita bersama-sama bujuk Bu Sri Mulyani, Pak Basuki, dan beberapa menteri lain untuk mundur. Itu akan memberikan dampak besar secara moral," ajak Faisal dalam sebuah acara di Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (13/1).
Faisal Basri memulai kariernya di bidang ekonomi sejak masa kuliah.
BACA JUGA:Innalillahi, Artis Penyanyi Via Vallen Kembali di Uji dengan Wafatnya Sang Ayah...
BACA JUGA:Innalillahi, Pedangdut Legendaris Jhonny Iskandar Meninggal Dunia
Keponakan dari Wakil Presiden RI ke-3, Adam Malik, ini menamatkan pendidikan sarjananya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (1985), dan meraih gelar Master of Arts di bidang ekonomi dari Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika Serikat (1988).
Faisal juga merupakan salah satu pendiri Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) pada tahun 1995 bersama sejumlah ekonom senior lainnya.
Di bidang pemerintahan, ia pernah menjabat sebagai anggota tim 'Perkembangan Perekonomian Dunia' pada Asisten II Menteri Koordinator Bidang EKUIN (1985-1987) dan anggota Tim Asistensi Ekuin Presiden RI (2000).
Selama era pemerintahan Presiden Jokowi, Faisal dipercaya untuk memimpin Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi. Tim yang dijuluki "Tim Anti Mafia Migas" ini bekerja selama enam bulan penuh menyelidiki praktik-praktik impor bahan bakar minyak (BBM) di anak perusahaan Pertamina, Petral.