bacakoran.co - dalam proses pemilihan kepala daerah alias pilkada 2024, para pengawas pemilu diminta waspada. harus jeli melihat potensi kerawanan.
terutama kerawanan saat kampanye dan pungut hitung pilkada serentak 2024.
anggota bawaslu totok hariyono mengatakan, potensi kerawanan saat tahapan kampanye misalnya, terjadi praktik politik uang.
kemudian pelibatan aparatur pemerintah, penggunaan fasilitas negara dalam kampanye, konflik antar peserta dan pendukung calon.
"saat kampanye adanya potensi kerawanan, misalnya pembagian sembako atau pembagian uang," ingatnya.
"kemudian adanya keterlibatan aparat ini yang menjadi rawan,padahal aturanya jelas jangan sampai melibatkan pejabat negara," lanjutnya.
kemudian saat pungut hitung, kerawanan yang terjadi, misalnya kesalahan prosedur yang dilakukan oleh penyelenggara adhoc.
kesalahan ini sehingga berpotensi terjadinya pemungutan suara ulang, pemungutan suara susulan, dan pemungutan suara lanjutan.
"potensi kerawanan tersebut berdasarkan kajian dan riset indeks kerawanan pemilu dan pemilihan (ikp) serentak 2024 yang diluncurkan pada 2022 lalu," jelasnya.
"salah satu parameter kerawanannya berdasarkan peristiwa yang terjadi pada pemilu 2024 lalu," lanjutnya.
kata totok, tahapan pencalonan juga memiliki kerawanan, hal itu dipengaruhi oleh potensi penyalanggunaan kewenangan oleh calon baik dari unsur petahana, asn, tni, atau polri.
bawaslu beberkan potensi kerawanan dalam proses tahapan pilkada serentak 2024.
"masa pencalonan itu menjadi masa yang rawan, mulai dari pendaftaran calon, verifikasi administrasi, verifikasi faktual itu menjadi potensi. salah satu potensinya yaitu rotasi jabatan," ingatnya.
totok menegaskan bahwa dalam undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah terdapat larangan kepala daerah atau penjabat kepala daerah melakukan mutasi atau penggantian pejabat jelang pilkada.
jika hal itu dilakukan dapat dikenakan sanksi pidana.
"larangan adanya mutasi ini terhitung 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah oleh kpu ri," tegasnya.
kata totok, para pengawas pemilu adhoc harus percaya diri menujukkan dirinya merupakan pihak yang berwenang menindak pelanggaran pemilu.
dia mengibaratkan kepercayaan diri itu harus ada seperti polisi yang berwenang menindak pelanggaran ketertiban atau jaksa yang melakukan penuntutan.
totok menyebut, pengawas pemilu khususnya adhoc sebagai pejuang demokrasi, yang harus bekerja dengan berani dan berintegritas.
"walau adhoc tapi berdirinya harus gagah. kalau ada maling sepeda motor larinya ke polisi, kalau ada kerusuhan keamanan lari ke tentara, ada pelanggaran pemilu larinya harus ke pengawas pemilu," tegasnya.
dengan bekal kepercayaan diri tersebut, totok yakin pengawas pemilu mampu menindak pelanggaran netralitas dan pelanggaran alat peraga kampanye (apk).
dia menyebutkan tanpa pengawas pemilu adhoc, jajaran bawaslu di semua tingkatan tidak akan bisa melakukan kerja-kerja sesuai tugas dan fungsi yang diamanatkan undang undang.
koordinator divisi hukum dan penyelesaian sengketa itu mengingatkan agar pengawas adhoc senantiasa rajin membuat formulir model-a (form-a) pengawasan pemilu.
menurutnya, meski hanya selembar kertas akan tetapi form a akan berjalan mulai dari tingkat tps sampai ke mahkamah konstitusi (mk).
"selama ini mk sangat mengindahkan segala bentuk saran perbaikan, rekomendasi oleh bawaslu. itu semua pijakannya di laporan hasil pengawasan, yang itu semua dibuat oleh para pejuang demokrasi," ucap totok.