bacakoran.co

Terungkap Tiga Identitas dan Tampang Tersangka Kasus Kematian Bully PPDS UNDIP dr Aulia Risma Lestari

Polisi menetapkan 3 tersangka kasus kematian dr Aulia Risma-Gambar Ist-

BACA JUGA:Bango Kena Boikot? Ini 6 Kecap Enak dan Berkualitas yang Bikin Masakanmu Makin Juara, Bebas Afiliasi Israel!

BACA JUGA:Kabar Gembira! Kemenkes Buka Pendaftaran Beasiswa Bagi Dokter Spesialis, Kepoin Persyaratannya Disini...

Kabar ini langsung viral di media sosial, dengan kata kunci "Undip" dan "PPDS" menjadi trending topic di X hingga Kamis (15/8/2024).

Sebuah akun di media sosial X, @/bambangsuling11, mengungkap bahwa pihak PPDS Anestesi Undip sempat berusaha menutupi kasus ini dengan menyebut korban sering menyuntikkan obat ke tubuhnya karena sakit saraf kejepit. 

Namun, pernyataan ini terbantahkan setelah buku harian korban ditemukan.

Dalam buku harian tersebut, Aulia menumpahkan perasaan depresi akibat perundungan yang dialaminya.

BACA JUGA:Ini Dia Jadwal Resmi Seleksi Pengadaan CPNS 2024 dari BKN dan Cara Membuat Akun SSCASN

BACA JUGA:Klarifikasi BPIP Terkait Paskibraka 2024, Tak Ada Paksaan Lepas Jilbab!

Percakapan antar dokter di WhatsApp yang beredar menunjukkan bahwa Aulia sudah merasakan ketidaknyamanan sejak tahun pertama menjalani program anestesi.

Namun, ia tidak bisa keluar dari program karena terikat beasiswa dan harus membayar penalti sebesar Rp500 juta jika mengundurkan diri. 

"Yang bersangkutan mahasiswa beasiswa dari Tegal, sudah terindikasi tidak kuat di anestesi sejak tahun pertama, tapi tidak bisa dikeluarkan secara sepihak karena dia kiriman instansi," tulis seorang dokter dalam percakapan tersebut.

Aulia ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa di kamar kosnya di Semarang pada Senin (12/8/2024). 

Langkah tegas dan evaluasi menyeluruh diperlukan untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang kembali.

Terungkap Tiga Identitas dan Tampang Tersangka Kasus Kematian Bully PPDS UNDIP dr Aulia Risma Lestari

Yudha IP

Yudha IP


bacakoran.co - polisi telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus kematian dr. aulia risma lestari, mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (ppds) anestesi fakultas kedokteran .

ketiga tersangka tersebut adalah dr. taufik eko nugroho (ten) selaku kepala staff medis program studi anestesiologi fk undip.

dr. sri maryani (sm) kepala staf medis prodi anestesiologi fk undip dan seorang dokter residen berinisial zya, senior korban.

kasus ini bermula dari laporan ibunda dr. aulia, nuzmatun malinah yang melaporkan adanya pemerasan, penipuan, dan bullying yang dialami putrinya sebelum ditemukan tewas di kamar kosnya pada 15 agustus 2024.

ketiga tersangka diduga memanfaatkan senioritas mereka untuk meminta uang biaya operasional pendidikan (bop) yang tidak diatur dalam akademik, serta melakukan intimidasi dan bullying terhadap korban.

kementerian kesehatan (kemenkes) merespons dengan mendukung upaya hukum yang tengah berproses.

dirjen yankes kemenkes, azhar jaya, menyatakan bahwa kasus ini sudah menjadi urusan hukum dan pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian.

kemenkes juga menegaskan pentingnya menjaga lingkungan pendidikan yang aman dan bebas dari perundungan.

dilansir dari disway, direktur jenderal kesehatan lanjutan kemenkes azhar menyebutkan bahwa ia menyerahkan kepada kepolisian dan pihaknya no comment.

"kami mengapresiasi kinerja polda jawa tengah atas hasil penyelidikan yang dilakukan, yang mana telah menetapkan tersangka kasus perundungan ppds di universitas diponegoro dan rsup kariadi semarang," tambah kepala biro komunikasi dan pelayanan publik kemenkes aji muhawarman dikutip dari disway.

sebelumnya juga ada rapat dpr ri bersama dengan keluarga dr aulia risma meminta agar kepolisian jateng segera tetapkan tersangka, berikut selengkapnya.

menganai kasus dugaan bullying yang menimbulkan korban jiwa yaitu , kini komisi iii dpr ri meminta agar pihak kepolisian daerah jawa tengah untuk menuntaskan penyidikan.

pada sidang bersama dengan keluarga korban di kompleks parlemen, komisi iii dpr ri meminta agar penetapan tersangka dalam kasus meninggalnya dokter aulia risma, yang meninggal dunia dugaan bunuh diri karena mendapat bullying.

"oknum-oknum yang bertanggung jawab kita pastikan akan bertanggung jawab secara hukum dan sistem pendidikannya kita dorong untuk sama-sama diperbaiki," kata ketua komisi iii dpr ri habiburokhman saat rapat dengar pendapat umum dengan keluarga almarhum aulia risma di kompleks parlemen, jakarta, dikutip bacakoran.co dari , senin (18/11/2024).

ia mendorong agar laporan polisi nomor: lp/b/123/ix/2024/jateng/spkt/polda jawa tengah pada kasus aulia risma itu diproses secara menyeluruh, transparan, dan profesional, dan memastikan agar keluarga korban bisa memperoleh kepastian hukum dan keadilan.

komisi iii dpr ri juga meminta kementerian pendidikan tinggi, sains dan teknologi untuk bekerja sama dengan kementerian kesehatan agar mengevaluasi program pendidikan dokter spesialis di seluruh perguruan tinggi yang ada di indonesia, khususnya pada jam belajar, senioritas, tindakan bullying dan praktik pungli yang sering terjadi.

menurut anggota dpr ri soedison tandra mengatakan bahwa dunia pendidikan kedokteran spesialis adalah pendidikan dengan sistem yang sangat tertutup.

dpr juga harus mendalami lebih lanjut adanya kasus dugaan perundingan yang ada di lingkungan ppds secara menyeluruh karena jika hanya setengah-setengah kasus serupa akan terus terjadi.

"karena ini menyangkut nyawa orang maka yang salah dikatakan salah, yang benar dikatakan benar. oleh karena itu pimpinan, kita harus menyelesaikan masalah ini secara tuntas," ungkap soedison.

sebelumnya kabar  mahasiswi program pendidikan dokter spesialis (ppds) anestesi di universitas diponegoro () telah mengundang keprihatinan luas. 

anggota komisi x dpr, rahmad handoyo, menyayangkan peristiwa ini, terlebih karena disebabkan oleh  yang dialami mahasiswi tersebut.

perundungan di dunia  spesialis di indonesia bukanlah isu baru.

menurut rahmad, kasus ini mencerminkan bahwa belum ada perubahan signifikan dalam menangani masalah perundungan di lingkungan pendidikan dokter spesialis. 

"sangat disayangkan dan memprihatinkan sekali terjadinya kasus bunuh diri peserta sekolah dokter spesialis di undip. ini membuktikan tidak ada perubahan dan terus terjadi perundungan yang dilakukan dunia pendidikan dokter spesialis di indonesia," katanya dalam keterangan yang diterima di jakarta, kamis (15/8/2024).

lebih lanjut, rahmad menyoroti dampak serius dari perundungan ini, terutama di saat indonesia sedang mengalami kekurangan dokter spesialis. 

"dampak perundungan antara lain ada yang bunuh diri, stres hingga depresi, banyak yang berkeinginan bunuh diri maupun melukai diri sendiri akibat beban psikologis dari proses pendidikan. ada juga yang mengundurkan diri karena tidak kuat akan beban pendidikan," tuturnya.

rahmad mendesak agar pihak yang terlibat dalam kasus ini segera  untuk memberikan efek jera. 

"untuk memunculkan efek jera, maka pecat siapa saja yang turut berkontribusi dalam perundungan di undip ini. kalau tidak ada yang dipecat, akan muncul lagi korban berikutnya dan perundungan terus berjalan," tegasnya.

selain itu, rahmad juga mendorong pihak kepolisian untuk menginvestigasi kasus ini secara menyeluruh, termasuk kemungkinan adanya unsur pidana.

"kami mendesak pemerintah, dalam hal ini kementerian pendidikan dan kementerian kesehatan, untuk menginvestigasi secara tuntas sekaligus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan program dokter spesialis, yang fokus pada pendidikan serta memberantas segala bentuk perundungan di dunia pendidikan dokter spesialis," ungkapnya.

kasus ini mencuat ke publik setelah seorang dokter muda bernama aulia risma lestari akhiri hidup usai diduga menjadi korban perundungan di rsup kariadi.

aulia, yang juga mahasiswa universitas diponegoro semarang, diduga mengalami perundungan dari senior selama mengikuti ppds anestesi undip.

kabar ini langsung viral di media sosial, dengan kata kunci "undip" dan "ppds" menjadi trending topic di x hingga kamis (15/8/2024).

sebuah akun di media sosial x, @/bambangsuling11, mengungkap bahwa pihak ppds anestesi undip sempat berusaha menutupi kasus ini dengan menyebut korban sering menyuntikkan obat ke tubuhnya karena sakit saraf kejepit. 

namun, pernyataan ini terbantahkan setelah buku harian korban ditemukan.

dalam buku harian tersebut, aulia menumpahkan perasaan depresi akibat perundungan yang dialaminya.

percakapan antar dokter di whatsapp yang beredar menunjukkan bahwa aulia sudah merasakan ketidaknyamanan sejak tahun pertama menjalani program anestesi.

namun, ia tidak bisa keluar dari program karena terikat beasiswa dan harus membayar penalti sebesar rp500 juta jika mengundurkan diri. 

"yang bersangkutan mahasiswa beasiswa dari tegal, sudah terindikasi tidak kuat di anestesi sejak tahun pertama, tapi tidak bisa dikeluarkan secara sepihak karena dia kiriman instansi," tulis seorang dokter dalam percakapan tersebut.

aulia ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa di kamar kosnya di semarang pada senin (12/8/2024). 

langkah tegas dan evaluasi menyeluruh diperlukan untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang kembali.

Tag
Share