bacakoran.co

Motor Tua, Hati Baja! Kakek Usman Terpaksa Mulung di Usia 82 Tahun untuk Nafkahi Keluarga!

Kisah perjuangan Pak Usman, seorang kakek berusia 82 tahun yang terpaksa bekerja sebagai pemulung demi menafkahi keluarga dan istrinya.--istimewa

BACAKORAN.CO - Di tengah hiruk-pikuk Kota Palembang, ada seorang sosok yang menyuarakan arti perjuangan sejati, Pak Usman.

Pria berusia 82 tahun ini setiap harinya masih 'mengayuh' hidupnya dengan penuh semangat meski hanya berbekal motor tua dan tubuh yang rapuh.

Duduk tenang di bawah rindangnya pohon pinggir jalan, Pak Usman tampak bersandar di samping gerobak roda tiga yang ia modifikasi dari sepeda motornya.

Di balik wajah yang keriput dan tubuh yang lelah, tersimpan semangat baja yang tak lekang oleh usia.

BACA JUGA:Inspiratif! Kisah VIral Alfin, Anak Pemulung Raih Beasiswa S2 dan Beri Kejutan Luar Biasa pada Ibunya

BACA JUGA:Kisah Inspiratif! Nenek Penjual Kacang Ini Sumbang Rp 14 Juta untuk Palestina, Begini Kisahnya

Sudah lebih dari 30 tahun ia menjalani hidup sebagai pemulung barang bekas, demi menghidupi sang istri tercinta di rumah.

“Biasanya saya mulai jam 12 siang sampai jam 4 sore saja. Badan sudah tak kuat seperti dulu, jadi kerjanya sebisanya,” tutur Pak Usman dengan suara pelan, sambil mengatur napasnya yang mulai sesak.

Setiap hari, ia menelusuri sudut-sudut kota, mengumpulkan kardus, botol plastik, dan barang-barang tak terpakai lainnya yang bisa dijual.

Bukan perkara mudah di usianya, tapi Pak Usman tak pernah mengeluh.

BACA JUGA:Anak TKW Kaget Ditunjuk Jadi Cawabup Tegal: Politikus Tanpa Mahar, Ini Kisah Inspiratifnya!

BACA JUGA:Panduan Menggunakan Google Maps dan Kisah Inspiratif Mariam al-Astrolabiya al-Ijliya

Ia tahu, selama masih bisa berjalan dan menarik napas, harapan masih hidup.

“Rezeki itu sudah ada yang atur,” ucapnya lirih, sambil tersenyum tipis yang meneduhkan hati siapa pun yang melihatnya.

Motor Tua, Hati Baja! Kakek Usman Terpaksa Mulung di Usia 82 Tahun untuk Nafkahi Keluarga!

Ramadhan Evrin

Ramadhan Evrin


bacakoran.co - di tengah hiruk-pikuk kota palembang, ada seorang sosok yang menyuarakan arti perjuangan sejati, pak usman.

pria berusia 82 tahun ini setiap harinya masih 'mengayuh' hidupnya dengan penuh semangat meski hanya berbekal motor tua dan tubuh yang rapuh.

duduk tenang di bawah rindangnya pohon pinggir jalan, pak usman tampak bersandar di samping yang ia modifikasi dari sepeda motornya.

di balik wajah yang keriput dan tubuh yang lelah, tersimpan semangat baja yang tak lekang oleh usia.

sudah lebih dari 30 tahun ia menjalani hidup sebagai , demi menghidupi sang istri tercinta di rumah.

“biasanya saya mulai jam 12 siang sampai jam 4 sore saja. badan sudah tak kuat seperti dulu, jadi kerjanya sebisanya,” tutur pak usman dengan suara pelan, sambil mengatur napasnya yang mulai sesak.

setiap hari, ia menelusuri sudut-sudut kota, mengumpulkan kardus, botol plastik, dan barang-barang tak terpakai lainnya yang bisa dijual.

bukan perkara mudah di usianya, tapi pak usman tak pernah mengeluh.

ia tahu, selama masih bisa berjalan dan menarik napas, harapan masih hidup.

“rezeki itu sudah ada yang atur,” ucapnya lirih, sambil tersenyum tipis yang meneduhkan hati siapa pun yang melihatnya.

bagi banyak orang, usia senja adalah masa beristirahat.

tapi bagi pak usman, itu justru ladang perjuangan terakhir yang masih bisa ia jalani dengan penuh keteguhan hati.

di jalanan kota, ia bukan sekadar mencari sisa-sisa barang, tapi mengumpulkan secercah harapan dan martabat yang tak bisa dibeli.

kisahnya menyadarkan kita jika kemiskinan bukan alasan untuk menyerah, dan usia bukan halangan untuk tetap berjuang.

pak usman, dengan motor tuanya, telah menjadi simbol nyata keteguhan hati dan harga diri dalam menghadapi kerasnya hidup.

mari kita berhenti sejenak, bukan hanya untuk melihat, tapi juga mendengar suara hati yang disuarakan melalui deru motor tua dan langkah kaki renta.

karena dari pak usman, kita belajar jika hidup tak selalu tentang apa yang kita miliki, tapi seberapa besar kita bersyukur dan bertahan.

ditulis oleh:  allisya rafalya, mahasiswa ilmu komunikasi universitas bina darma palembang sebagai tugas mata kuliah menulis naskah berita, televisi, dan radio.

Tag
Share