bacakoran.co - di tengah ambisi besar pemerintah membangun jutaan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah, muncul wacana kontroversial: akan diperkecil menjadi hanya 18 meter persegi.
usulan ini sontak memicu perdebatan publik dari media sosial hingga ruang rapat kementerian.
banyak yang bertanya-tanya, apakah ini solusi atas keterbatasan lahan, atau justru kemunduran dalam menyediakan hunian layak?
ketua satgas , hashim djojohadikusumo, akhirnya angkat bicara.
dalam pernyataan tegas, ia membantah pernah menyetujui rencana tersebut dan menegaskan bahwa satgas tidak pernah diajak berkoordinasi dalam penyusunan draf kebijakan itu.
lantas, bagaimana sebenarnya duduk perkaranya?
apakah subsidi benar-benar akan menyusut hingga menyerupai “kandang ayam,” seperti sindiran netizen?
rencana kontroversial: rumah subsidi 18 meter persegi
dalam draf keputusan menteri pkp tahun 2025, diusulkan bahwa rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (mbr) dapat dibangun dengan luas hanya 18 meter persegi.
tujuannya adalah agar harga rumah lebih terjangkau dan pembangunan bisa dipercepat demi mengejar target 3 juta unit rumah.
namun, usulan ini langsung menuai kritik.
banyak pihak menilai ukuran tersebut tidak manusiawi dan tidak layak huni.
bahkan, netizen menyamakan rumah subsidi tersebut dengan “kandang ayam”.
respons tegas dari satgas perumahan
anggota satgas perumahan, bonny z minang, mengungkapkan bahwa "pihaknya tidak pernah diajak berdiskusi mengenai usulan ini" ujar bonny.
ia bahkan baru mengetahui rencana tersebut dari media.
menurut bonny, satgas justru sedang fokus pada isu yang lebih mendesak, seperti peningkatan likuiditas pembiayaan untuk mbr dan pengurangan backlog perumahan.
ketua satgas, hashim djojohadikusumo, juga menegaskan bahwa "ia tidak pernah menyetujui usulan pengurangan ukuran rumah subsidi" ujar hashim.
ia menilai bahwa standar minimal rumah layak huni seharusnya tetap mengacu pada sni dan standar internasional, yaitu minimal 36 meter persegi.
menteri pkp: masih tahap draf
menanggapi penolakan tersebut, menteri pkp maruarar sirait menyatakan bahwa usulan tersebut masih berupa draf dan belum menjadi keputusan final.
ia menegaskan bahwa semua pihak, termasuk satgas, akan dilibatkan dalam diskusi lanjutan sebelum keputusan diambil.
polemik soal penyempitan rumah subsidi menjadi 18 meter persegi bukan sekadar soal angka di atas kertas ini menyentuh langsung kualitas hidup jutaan masyarakat berpenghasilan rendah.
respons tegas dari ketua satgas perumahan, hashim djojohadikusumo, yang menolak wacana tersebut, menjadi sinyal penting bahwa standar hunian layak tak boleh dikompromikan demi efisiensi semata.
ke depan, publik berharap agar setiap kebijakan perumahan tidak hanya mempertimbangkan aspek teknis dan anggaran, tetapi juga menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keberlanjutan.
karena rumah bukan sekadar tempat berteduh, melainkan fondasi kehidupan yang sehat, aman, dan bermartabat.
karena rumah bukan sekadar tempat berteduh, melainkan fondasi kehidupan yang sehat, aman, dan bermartabat.
dengan begitu, pertanyaan “benarkah rumah subsidi makin sempit?”
tak hanya dijawab dengan data, tapi juga dengan keberpihakan nyata pada rakyat.
mari kawal bersama agar rumah subsidi tetap menjadi solusi, bukan sekadar simbol.