BACAKORAN.CO - Anwar Usman, yang merupakan adik ipar Presiden Joko Widodo.
Ia diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Selasa, November 2023.
Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru.
Perkara ini menimbulkan kontroversi karena putusan MK yang diketuai Anwar Usman mengabulkan gugatan tersebut dan merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tidak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Putusan ini memberi kesempatan bagi Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar Usman, untuk maju sebagai cawapres Prabowo Subianto pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun.
Atas pelanggaran berat yang dilakukan Anwar Usman, MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK.
Namun, Anwar Usman masih berstatus sebagai Hakim MK. Mengapa demikian?
Menurut Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK sudah sesuai dengan Pasal 41 huruf b Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2013 tentang MKMK, yang menyebutkan bahwa sanksi berat dapat berupa pemberhentian dari jabatan pimpinan MK atau pemberhentian dengan tidak hormat sebagai Hakim MK.
Jimly menambahkan bahwa sanksi pemberhentian dengan tidak hormat sebagai Hakim MK hanya dapat diberikan jika pelanggaran berat yang dilakukan berkaitan dengan tindak pidana.
Jimly juga mengatakan bahwa sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK sudah cukup memberikan efek jera bagi Anwar Usman.
Karena ia tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai Hakim MK berakhir.
Selain itu, Anwar Usman juga tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur, bupati, dan walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.
Namun, tidak semua anggota MKMK sepakat dengan putusan tersebut.