BACAKORAN.CO – Pernyataan The Fed yang mempertahankan suku bunga acuan dan sinyal memangkas suku bunga pada tahun depan berimbas pada naiknya harga minyak dunia.
Tercatat, harga minyak dunia ditutup melonjak 1 persen pada perdagangan Rabu (13/12/2023) waktu setempat.
Adapun harga minyak Brent berjangka naik US$1,02, atau 1,4 persen, menjadi $74,26 per barel.
Kemudian minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS meningkat 86 sen, atau 1,3 persen, menjadi US$69,47.
BACA JUGA:Harga Minyak Mentah Capai Tertinggi! Komoditas Lainnya Mencatatkan Kenaikan. Berikut Kenaikan Harga?
Diketahui, suku bunga yang lebih rendah akan mengurangi biaya pinjaman konsumen yang berdampak pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak.
Selain itu, kenaikan harga minyak juga imbas memuncaknya kekhawatiran akan pasokan minyak mentah di Timur Tengah.
Dimana sebuah kapal tanker di Laut Merah lepas pantai Yaman ditembaki oknum bersenjata dari sebuah speedboat dan menjadi sasaran rudal.
Pemicu lainnya, Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan bahwa sejumlah perusahaan energi menarik cadangan minyak mentah sebanyak 4,3 juta barel.
BACA JUGA:Pipa Minyak Mentah Milik Pertamina Bocor, Minyak Berwarna Hitam Berbau Menyengat Mengalir ke Sungai Kelekar
Penurunan pasokan minyak mentah itu lebih besar dari perkiraan.
"Laporan ini jelas lebih mendukung daripada laporan (API) yang kita lihat kemarin," ujar analis di Price Futures Group Phil Flynn.
Seperti diketahui, The Fed menahan suhu bunga acuan di level 5,25 – 5,5 persen membawa angin segar terhadap perdagangan saham di dalam negeri.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terpantau kompak menguat.
BACA JUGA:Pasca The Fed Tahan Suku Bunga, IHSG dan Rupiah Kompak Perkasa
Tercatat, IHSG berada di posisi 7.138,32 atau menguat 0,91 persen pada perdagangan, Rabu (14/12/2023) siang.
Perdagangan mata uang atau pasar valuta juga terdampak positif.
Nilai tukar garuda terpantau menguat.
Rupiah menguat 1,15 persen ke level 15.469 per USD pada perdagangan pukul 09.48 WIB.
BACA JUGA:The Fed Tahan Suku Bunga, Pertanda Berakhirnya Tren Kenaikan?
Ditahannya suku bunga The Fed dan sinyal pemangkasan suku bunga tiga kali pada tahun depan memberi harapan nilai tukar rupiah akan terus melanjutkan penguatan ke depan.
Seperti diberitakan, keputusan The Fed menahan suku bunga acuan mengindikasikan berakhirnya tren kenaikan suku bunga.
Dimana keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) menahan suku bunga acuan ini adalah kali ketiga dalam tiga pertemuan terakhir.
Selain itu, diskusi mengenai pemotongan suku bunga acuan mulai terlihat.
BACA JUGA:Wow! The Fed Bakal Pangkas Suku Bunga Berulang Kali Tahun Depan, Begini Penjelasannya
Chairman The Fed Jerome Powell mengatakan, hal ini sejalan dengan proyeksi dari 19 pembuat kebijakan yang hampir sepakat bahwa biaya pinjaman akan turun pada tahun tahun depan.
“Anda lihat bahwa masyarakat tidak menuliskan rencana kenaikan suku bunga. Kami berpikir bahwa kami telah melakukan cukup banyak hal,” ujar Powell.
Meskipun para petinggi bank sentral tidak ingin menunda kenaikan suku bunga lagi, hal ini bukan lagi problematika.
Pasalnya, waktu penurunan suku bunga acuan menjadi pertanyaan selanjutnya yang kini dipikirkan dan dibicarakan orang.
BACA JUGA:Jelang Putusan The Fed, Rupiah Lanjut Loyo Dihajar Dolar AS
Pada perkiraan umum bahwa pertemuan di masa depan akan menampilkan diskusi seperti itu.
Sementara itu, Ekonomi Senior, Alliancebernstein, New York City Eric Winograd menerangkan bahwa sementara komite mempertahankan opsi kenaikan suku bunga tambahan, pesan dari The Fed cukup jelas siklus kenaikan suku bunga akan berakhir.
“Kecuali ada kejutan yang signifikan, dan risiko penurunan suku bunga (acuan) lebih besar dibandingkan kenaikan suku bunga dalam beberapa bulan ke depan,” cetusnya.
Diberitakan sebelumnya, Bank Sentral AS memutuskan menahan suku bunga acuan di level 5,25 -5,50 persen.
BACA JUGA:Investor Ragu The Fed Pangkas Suku Bunga, Rupiah Merana
Bahkan, The Fed juga memberikan isyarat untuk memangkas suku bunga acuan sebanyak tiga kali tahun depan.
Sebagai catatan, The Fed mengerek suku bunga sebesar 525 bps sejak Maret 2022 hingga Juli 2023 sebelum menahannya pada September, November, dan Desember 2023.
Powell mengatakan jika inflasi sudah bergerak sesuai keinginan bank sentral.
Namun, dirinya mengingatkan jika inflasi masih tinggi.
BACA JUGA:The Fed Tahan Suku Bunga Acuan, IHSG Kembali Perkasa
Dimana upaya menurunkan inflasi ke target mereka yakni 2 persen bisa berubah dan masih belum pasti.
"Inflasi sudah melandai dari titik puncaknya tetapi tidak disertai dengan kenaikan signifikan pengangguran Ini adalah kabar yang sangat baik. Namun, inflasi masih terlalu tinggi," ujar Powell dalam konferensi pers, Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (14/12/2023).
Tercatat, inflasi AS sudah turun jauh dari 9,1 persen (year on year/yoy) pada Juni 2022 menjadi 3,1 persen (yoy) pada November 2023.
Inflasi semakin mengarah ke target sasaran The Fed yakni 2 persen.
BACA JUGA:Data Ekonomi AS dan China Bikin Rupiah dan Mata Uang di Asia Terkapar
Tingkat pengangguran AS masih sulit turun tajam dan angkanya masih bergerak di 3,7 persen pada November 2023, hanya naik tipis dibandingkan akhir tahun lalu yakni 3,5 persen.
Pertumbuhan ekonomi AS juga masih sangat kencang yakni di angka 4,9 persen hingga September 2023.
Melandainya inflasi AS membuat pelaku pasar kini mulai berekspektasi jika The Fed mulai akan memangkas suku bunga pada Maret tahun depan.
Menurut Powell, pembicaraan pemangkasan suku bunga memang sudah ada dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) bulan ini.
BACA JUGA:Prediksi Pergerakan Rupiah Awal Pekan, 2 Faktor Ini Jadi Penentu
Pernyataan ini jauh lebih lunak dibandingkan pada pertemuan November lalu.
Saat itu Powell menegaskan jika masih terlalu premature memikirkan pemangkasan suku bunga.
"Itu (pemangkasan) mulai ada dalam pandangan kami dan menjadi topik diskusi kami," ucapnya.
Powell juga mengatakan jika ekonomi sudah berjalan normal dan The Fed tidak perlu lagi mengetatkan kebijakan suku bunga.
BACA JUGA:Dolar AS Pulih buat Rupiah Tertekan, Lesu ke Rp15.505
Dokumen "dot plot" The Fed menunjukkan jika anggota bank sentral mulai mengindikasikan adanya pemangkasan suku bunga.
Sebanyak 17 anggota memperkirakan pemangkasan suku bunga tahun depan.
Sementara hanya dua yang memperkirakan tidak ada penurunan suku bunga.
Tidak ada anggota FOMC yang memperkirakan suku bunga akan naik tahun depan.
BACA JUGA:Ditopang Data IPM dan Inflasi, Rupiah Bakal Lanjutkan Keperkasaan?
Dot plot ini menjadi isyarat adanya kemungkinan The Fed memangkas suku bunga sebanyak tiga kali pada tahun depan.
Dot plot, atau proyeksi suku bunga bank sentral menjadi fokus lain dari pelaku pasar.
Setiap akhir kuartal, The Fed akan memberikan proyeksi suku bunganya, terlihat dari dot plot.
Dimana setiap titik dalam dot plot merupakan pandangan setiap anggota The Fed terhadap suku bunga.
BACA JUGA:Sektor Manufaktur RI Bangkit, Rupiah Melaju
Dalam dot plot, tergambar seperti apa anggota FOMC melihat suku bunga ke depan.
Dalam dokumen terbaru, The Fed juga memperbaharui proyeksi inflasi dan pengangguran.
The Fed memperkirakan inflasi inti akan melandai ke 3,2 persen pada 2023 dan menjadi 2,4 persen pada 2024.
Inflasi akan bergerak ke 2,2 persen pada 2025 dan kembali ke sasaran The Fed di angka 2 persen pada 2026.