Peninggalan sejarah ini menjadi bagian integral dari identitas Bengkulu.
Masyarakatnya terus merayakan keberagaman budaya mereka sambil menghormati perjuangan leluhur mereka dalam menghadapi penjajahan.
Oleh karena itu, sejarah penjajahan Inggris dan Belanda di Bengkulu tidak hanya menjadi cerita tentang penindasan, tetapi juga kisah ketahanan dan keberlanjutan sebuah komunitas yang bertahan di tengah perubahan zaman.
Tentunya saat penjajahan Inggris di Bengkulu memunculkan sosok yang sama-sama kita kenal yaitu Ratu Samban.
Kisahnya yang penuh keberanian dan keteguhan hati terutama terjadi dalam konteks perlawanan terhadap dominasi Inggris.
Ratu Samban, juga dikenal sebagai Siti Fatimah, adalah seorang wanita pribumi yang memiliki peran kunci dalam memimpin perlawanan melawan kekuasaan Inggris yang berusaha menguasai Bengkulu.
Latar belakang perlawanan ini dapat ditelusuri hingga masa ketika Inggris mencoba memperluas kekuasaannya di wilayah Asia Tenggara.
BACA JUGA:7 Kuliner Khas Bengkulu Ini Bikin Ngiler, Bisa Buat Oleh Oleh Juga..
Pada awal abad ke -18, Inggris telah mendirikan pos perdagangan di Bengkulu untuk mengamankan jalur perdagangan rempah-rempah.
Namun, tindakan-tindakan yang merugikan rakyat setempat dan penindasan terhadap budaya lokal menjadi pemicu bagi Ratu Samban dan masyarakat Bengkulu untuk mengangkat senjata melawan penjajahan Inggris.
Ratu Samban, sebagai seorang pemimpin yang bijaksana dan berani, memimpin perlawanan dengan merekrut pejuang-pejuang lokal yang bersedia bergabung dalam perjuangan kemerdekaan.
Dengan menggunakan pengetahuannya tentang medan tempur dan dukungan dari masyarakat setempat, Ratu Samban berhasil membangun kekuatan perlawanan yang signifikan.
BACA JUGA:Kehebohan Baru di Bengkulu yang Sedang Viral! Air Telaga Ini Penyebabnya Ko Bisa Ya....
Perang gerilya menjadi strategi utama Ratu Samban dalam melawan Inggris.
Mereka memanfaatkan keberlanjutan hutan dan kekayaan alam Bengkulu sebagai tempat perlindungan dan basis operasi.