Dimana telur nyamuk ber-Wolbachia dilepas tiap dua minggu.
Ke depan, dengan dibangunnya pabrik nyamuk ber-Wolbachia, diharapkan kapasitas produksi telur bertambah.
Bila kapasitas produksi telur nyamuk besar, lanjutnya, maka Kemenkes dapat memperluas cakupan teknologi Wolbachia ke daerah lain.
Perluasan diprioritaskan di ibu kota provinsi.
BACA JUGA:Waspada! 25 Kasus DBD di Bulan Desember, Dinkes OKU Tak Pernah Ungkap Ada Kematian
“Sesudah itu baru kita cari (daerah) mana yang berpenduduk padat," tukasnya.
Masih menurut Maxi, area produksi telur nyamuk ber-Wolbachia saat berada di Laboratorium Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Laboratorium Kesehatan Masyarakat Milik Kemenkes di Salatiga, Jawa Tengah.
Produksi telur Wolbachia di lab UGM sekitar 8 juta per minggu.
Sedangkan di lab kesmas Salatiga sekitar 7-8 juta per minggu.
BACA JUGA:Nyamuk VS Nyamuk? Waspada DBD saat Musim Hujan! Berikut Solusi Pemerintah pada Kasus Ini
Sebenarnya produksi telur Wolbachia juga sudah ada di Universitas Udaya, Bali.
Namun ada pro kontra rencana penerapan teknologi disana.
Disinggung mengenai hasil penerapan teknologi nyamuk ber-Wolbachia di 5 kabupaten/kota, kata Maxi, hasilnya masih akan dievaluasi.
Namun, penerapan di Yogya sudah menampakkan hasil dimana terjadi penurunan kasus DBD.
Terjadi penurunan insidensi rate dan rawat inap kasus DBD.