Fluktuasi hormonal ini dapat menciptakan perasaan cemas, murung, dan bahkan depresi pada ibu.
Disamping itu, perubahan peran dari seorang wanita yang awalnya hanya sebagai istri menjadi ibu yang harus merawat bayi juga bisa menyebabkan stres psikologis.
Rasa takut tidak mampu memberikan perhatian dan perlindungan yang cukup kepada bayi baru lahir dapat membuat ibu merasa tidak percaya diri dan khawatir.
BACA JUGA:Teknik Ini Bikin ASI Jadi Lancar! Yuk, Jaga Kesehatan Ibu dan Bayi, Berikut Panduannya
Faktor Fisik
Aspek fisik juga menjadi penyebab baby blues yang signifikan.
Proses persalinan itu sendiri bisa menyebabkan kelelahan fisik yang luar biasa pada seorang ibu.
Perubahan tubuh yang drastis selama kehamilan dan setelah melahirkan dapat memengaruhi persepsi diri dan body image ibu, yang pada gilirannya dapat berkontribusi pada perasaan baby blues.
Gangguan tidur yang umum pada masa postpartum juga dapat memperburuk kondisi ini.
Bayi yang terbangun di malam hari untuk disusui atau dirawat dapat menyebabkan ibu kekurangan tidur, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan emosionalnya.
BACA JUGA:Dear Bumil, Mau Bayinya Cerdas Sejak Dalam Kandungan? Ini 5 Hal Penting Yang Wajib Dilkukan
Dukungan Sosial
Kurangnya dukungan sosial juga menjadi faktor yang mempengaruhi tingginya angka baby blues di Indonesia.
Beban tugas ibu yang belum tentu diimbangi dengan dukungan yang cukup dari pasangan, keluarga, atau masyarakat sekitar dapat meningkatkan risiko terjadinya baby blues.
Perasaan kesepian dan terisolasi dapat memberikan dampak negatif pada kesejahteraan mental ibu.
Stigma terkait dengan masalah kesehatan mental masih cukup tinggi di masyarakat Indonesia.