BACAKORAN.CO- Kabar mengejutkan datang dari dunia perfilman Indonesia, khususnya genre horor, dengan film berjudul "Kiblat" yang akhirnya tidak jadi tayang setelah kontroversi yang melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Informasi ini tersebar luas setelah cuitan dari akun Twitter @tanyarlfes yang menyatakan bahwa film tersebut telah resmi dilarang tayang, disertai dengan hilangnya akun Instagram resmi film tersebut.
Hal ini merupakan respons dari permintaan MUI untuk melarang penayangan film "Kiblat", dengan alasan sindiran terhadap agama demi keuntungan semata.
Cuitan tersebut mendapat respon positif dari banyak netizen yang mengekspresikan kelegaan atas keputusan ini.
Salah satu komentar dari akun @alwaysovert menyatakan, "emng paling bener film yang bawa agama itu cancel aja. kalo mau horor ya horor aja, jangan disambangin sama solat atau agama lain. jadi kangen era film horor alm. Susana".
Komentar ini mencerminkan keprihatinan banyak orang atas penggunaan unsur agama dalam film horor, yang seringkali dianggap tidak etis atau merendahkan nilai-nilai keagamaan.
Netizen lainnya juga turut berpendapat, seperti yang disampaikan oleh akun @minesuga27, "Alhamdulillah,, semoga kedepannya gak ada lagi film" kya gini deh".
Komentar ini mencerminkan harapan akan tidak adanya lagi film yang mengangkat unsur agama secara negatif atau provokatif demi kepentingan tertentu.
BACA JUGA:Petualangan Seru Gadis Oxford di Dunia Pararel dalam Film The Golden Compass, Ini Reviewnya...
BACA JUGA:5 Film Korea Bergenre Action Dijamin Seru, Salah Satunya Diperankan oleh Aktor Terkenal Gong Yoo
Sementara itu, akun @Istricantikmuu menambahkan, “Syukur deh kalo udh gini, Alhamdulillah. Biar buat pembelajaran jg supaya ga bklan ada lagi film film horor yg kayak gitu”.
Hal ini menunjukkan kesadaran akan pentingnya konten yang menghormati nilai-nilai keagamaan dan tidak memanfaatkannya secara tidak benar dalam industri kreatif.
Keputusan untuk tidak menayangkan film "Kiblat" juga dianggap sebagai pembelajaran bagi industri perfilman Indonesia untuk lebih berhati-hati dalam menangani konten-konten yang sensitif seperti agama.