Jamaah haji Indonesia dapat kompensasi dari Garuda Indonesia atas insiden yang terjadi di Embarkasi Solo-kemenag-
Delay ini memunculkan efek domino. Akibat SOC-41 terbang dengan pesawat yang seharus memberangkatkan SOC 42, maka keberangkatan SOC-42 juga tertunda. Bahkan hingga sampai tujuh jam.
Akibat mundurnya pemberangkatan SOC-42, maka penerbangan selanjutnya juga ikut mundur. SOC-43 yang seharusnya berangkat Kamis malam pukul 24.00 WIB, masih menunggu kejelasan waktu keberangkatan.
"Saya mendapat laporan keterlambatan keberangkatan SOC-43 sampai 17 jam,” terang Sekjen Kemenag M. Ali Ramdhani.
Apa yang tersaji di Embarkasi Solo ini merupakan potret amburadulnya Garuda Indonesia menangani pemebrangkatan Jamaah Haji Indonesia tahun ini. Sebelum kejadian di Solo, di Makassar, pesawat alami kerusakan mesin hingga membuat pesawat harus kembali ke bandara setelah take off.
Pesawat Garuda Indonesia harus kembali ke landasan karena sayap kanan pesawat Garuda Indonesia mengeluarkan api pada saat take off penerbangan jamaah kelompok terbang (kloter) lima Embarkasi Makassar UPG-05).
Selanjutnya, masalah Garuda Indonesia adalah terkait keterlambatan penerbangan. Ontime performance (OTP) Garuda Indonesia juga sangat buruk.
Kemenag mencatat, prosentase keterlambatan keberangkatan pesawat Garuda Indonesia sangat tinggi, mencapai 47,5%.
"Dari 80 penerbangan, 38 di antaranya mengalami keterlambatan. Bahkan ada keterlambatan sampai 3 jam 50 menit. Kalau ditotal, keterlambatan itu mencapai 32 jam 24 menit. Ini tentu sangat disayangkan,” tukas Juru Bicara Kemenag Anna Hasbie.
Kemudian masalah ketiga adalah jamaah haji Indonesia pecah kloter. Perencanaan Garuda Indonesia juga meleset.
Pecah kloter yang awalnya diperkirakan hanya akan terjadi satu kali, ternyata terjadi beberapa kali.
Salah satunya pecah kloter dialami UPG-06 karena Garuda Indonesia tidak bisa menggantikan pesawat yang mesinnya rusak dengan jenis pesawat yang sama.
Kata Anna, menurut catatan Kemenag, sampai hari ini sudah ada empat penerbangan yang pecah kloter. Artinya, ada satu kloter jamaah tidak bisa diterbangkan secara bersama-sama.