"Nah setelah saya pakai itu, tidak ada satu pun dari suku-suku yang begitu banyaknya yang protes, yang protes kaum arsitek, yang kalah berkompetisi. Ini kan basil kompetisi. Jadi konsep saya begitu, karena saya tidak ingin terjadi perpecahan akibat desain yang nggak benar," ungkap Nyoman.
Nyoman sendiri mempersilahkan persepsi dari masing-masing yang menganggap bahwa desain garuda dikaitkan dengan hal mistis.
Ia juga menjelaskan, soal warna Istana Garuda, di mana warna kuningan di bagian muka akan berubah secara perlahan menjadi hijau kebiruan seperti warna GWK (proses Patina).
Sedangkan struktur bilah dibuat dari baja tahan cuaca dari kemerahan berubah menjadi gelap memakan waktu 1-2 tahun.
BACA JUGA:Keren, Kereta Tanpa Rel di IKN Siap Diuji Coba, Cek Jadwalnya!
"Garuda tampak gagah justru kepalanya seperti itu (menengok ke depan), ya terserah persepsi orang" ujar Nyoman.
Nyoman menjelaskan bahwa perancangan Istana Garuda didasarkan oleh dua fungsi.
Pertama, fungsi estetik yang tujuannya untuk menjadi karya seni monumental, seperti GWK.
Sejak diperkenalkan oleh Presiden ke-1 RI Sukarno pada 1 Februari 1950, garuda Pancasila telah menjadi simbol negara yang menyatukan bangsa.
BACA JUGA:Andre Taulany Gugat Cerai Istri Setelah 18 Tahun Menikah, Ini Alasan di Baliknya...
BACA JUGA:Woow! 1000 Undangan Upacara Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-79 di IKN, Dimana Tempat Menginapnya?
Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” di kaki burung garuda yang memiliki arti berbeda-beda, tetapi tetap satu yang memperkuat makna persatuan.
Meski awalnya bernuansa politis, lanjut dia, garuda Pancasila juga terinspirasi dari kitab Sutasoma oleh Mpu Tantular di era kerajaan Majapahit.
Selanjutnya yang kedua, fungsi pragmatis di mana Istana Garuda akan menjadi tempat bagi presiden untuk mengelola pemerintahan.
“Bangunan ini dirancang dengan konsep green design Sosok garuda akan dibentuk dari bilah tembaga vertikal yang juga berfungsi sebagai peneduh dari sinar matahari untuk menghindari efek rumah kaca” jelas Nyoman.