BACAKORAN.CO - Aksi unjuk rasa menolak dinasti politik yang diduga terkait dengan Presiden Jokowi di Makassar, tadi malam, berubah menjadi kerusuhan yang mengakibatkan satu unit angkot terbakar.
Peristiwa ini terjadi di tengah panasnya aksi protes yang digelar di beberapa titik strategis kota.
Kejadian tersebut berawal ketika massa demonstran yang berkumpul di sekitar kawasan Jalan AP Pettarani, Makassar, mulai bentrok dengan aparat kepolisian yang berusaha membubarkan massa.
Situasi semakin memanas saat polisi mulai menembakkan gas air mata untuk mengendalikan kerumunan.
BACA JUGA:Pengemudi Ojol Bisa Beli BBM Pertalite dengan Tarif Khusus, Kapan Mulai Berlaku?
BACA JUGA:Selingkuh, Lalu Peras dan Ancam Sebar 'Video Panas', Pelaku Dikeroyok Hingga Luka Tusuk di Leher
Namun, tindakan ini justru memicu insiden yang lebih parah.
Menurut pengakuan supir angkot yang kendaraannya terbakar, kejadian ini bermula dari percikan api yang muncul setelah gas air mata ditembakkan ke arah massa.
"Gas air mata itu masuk ke dalam angkot, lalu tiba-tiba ada percikan api, dan nggak lama kemudian, angkot saya terbakar," ujar sang supir yang masih tampak shock dengan kejadian tersebut.
Meskipun belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian mengenai penyebab pasti kebakaran angkot tersebut.
BACA JUGA:Dewan Pakar Mundur Berjemaah Lantaran Kecewa Partainya Gabung KIM Plus, PKS Malah Bilang Begini!
BACA JUGA:Perundingan Gencatan Senjata di Gaza Gagal, Hamas Tolak Syarat Baru Israel, Apa Penyebabnya?
Demo Tolak Dinasti Politik Jokowi di Makassar Ricuh, 1 Angkot Terbakar
— Realita.co (@redaksi_realita) August 26, 2024
Gede RIP Legend #Gempa Ketek basah Kediri Polwan Semarang #PeringatanDarurat Mulyono Airin Rano Karno Anies Jogja Kanjuruhan Bu Mega Jawa Tengah Katolik Iphone13 Kerasa Ilham Habibie pic.twitter.com/VLw3j5YYJI
Beberapa saksi mata menyatakan bahwa situasi semakin tidak terkendali setelah aparat melakukan tindakan represif terhadap demonstran.
Aksi demo yang pada awalnya berlangsung damai, berubah menjadi ricuh setelah massa merasa terprovokasi oleh tindakan aparat.
Beberapa pengunjuk rasa mengkritik keras tindakan polisi yang dianggap berlebihan dan tidak profesional dalam menangani situasi.