1. Zonasi bisa bersifat fleksibel
BACA JUGA:8 Rekomendasi Drama China Romantis Tentang Anak Sekolahan yang Bikin Baper, Auto Melting Gaes!
BACA JUGA:Serangan Brutal di SMK Wuxi, 8 Tewas, 17 Terluka, Ini Hubungan Pelaku dengan Sekolah!
Salah satu masalah nyata di sistem zonasi adalah jarak. Temuan dilapangan memperlihatkan seorang siswa tidak bisa mendaftar ke sekolah tertentu karena beda wilayah administrasi baik secara kecamatan, kabupaten, atau bahkan provinsi.
Padahal jarak siswa tersebut ke sekolah lebih dekat. Perbedaan wilayah administrasi membuatnya harus mendaftar ke sekolah yang sesuai ketentuan meskipun alamatnya jauh dari sekolah.
Untuk itu skema perbaikan sistem zonasi pertama yang disampaikannya mengusung sifat fleksibilitas. Sehingga zonasi tidak terlalu kaku penerapannya di lapangan.
BACA JUGA:Tragis! Eks Siswa Ngamuk di Sebuah Sekolah China, Akibatnya 8 Orang Tewas dan 17 Luka-Luka
2. Pembagian kuota zonasi dan sistem rayon SMA
Masalah kedua yang ditemukan di lapangan terkait zonasi adalah besaran kuotanya. Mu'ti mendapat usulan bila pembagian besaran kuota sebagai berikut:
SD: kuota zonasi hingga 90%
SMP: kuota zonasi hingga 30-40%
SMA: tidak gunakan zonasi tetapi rayonisasi.
BACA JUGA:Fix Salting! 7 Drama China Romantis Tentang Anak Sekolahan yang Seru dan Bikin Baper
Sistem rayon kembali disinggung Mu'ti lantaran di setiap satu kecamatan belum tentu memiliki sekolah SMA. Sistem rayon nantinya bisa menjadi opsi dengan persentase kuota yang sedikit sedangkan kuota lain dilimpahkan pada jalur PPDB lainnya.
"Tapi persentasenya yang dikurangi cukup 10% saja misalnya. Yang lain melalui tempat lain (jalur penerimaan lain) prestasi, afirmasi, atau mutasi," urai Mu'ti.
Kendati demikian, itu hanyalah skema yang masih bersifat 'omon-omon'. Lantaran Kemendikdasmen masih mengkaji dan menggodok seluruh masukan dari masyarakat tentang keberlanjutan zonasi. Keputusan akan disampaikan sebelum tahun ajaran baru 2025-2026.