Hingga berita ini diterbitkan, pihak UIN Raden Mas Said Surakarta belum memberikan keterangan resmi.
Humas kampus, Zaki, juga belum merespons saat dihubungi wartawan untuk dimintai penjelasan terkait langkah kampus dalam menangani kasus ini.
Tragedi ini menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan tinggi di Indonesia.
Kasus tersebut membuka kembali diskusi publik mengenai pentingnya dukungan kesehatan mental di lingkungan akademik.
Tekanan akademik, masalah sosial, hingga kesepian sering kali menjadi pemicu bagi mahasiswa yang mengalami gangguan psikologis.
Kampus diharapkan tidak hanya menjadi tempat menimba ilmu, tetapi juga ruang aman yang peka terhadap kondisi emosional mahasiswanya.
Kasus ini juga memunculkan keprihatinan mendalam dari berbagai pihak.
BACA JUGA:Tolak Balikan, Pilu Mahasiswi Yogyakarta Natasya Hutagalung Terancam Buta, Gegara Disiram Air Keras
Banyak yang berharap agar pihak universitas memperkuat layanan konseling dan memantau lebih intens mahasiswa dengan gangguan mental agar insiden serupa tidak terulang.
“Bullying (perundungan) tidak ada. Saya juga tadi cari informasi teman-teman terdekat, saksi-saksi,” tegas Tugiyo, menepis kabar dugaan perundungan yang beredar di media sosial.
Kematian mahasiswi UIN Surakarta ini meninggalkan duka mendalam sekaligus peringatan keras bahwa isu kesehatan mental bukan hal sepele.
Di balik prestasi akademik, banyak mahasiswa berjuang dalam diam melawan kecemasan dan tekanan psikologis yang berat.