BACAKORAN.CO - Puslitbangdiklat Bawaslu telah melakukan launching Indeks Kerawanan Pemilu (IKP). Terutama terkait pelaksanaan Pemilu di luar negeri dalam pemilu serentak 2024 nanti. Dari 128 negara perwakilan, terdapat 20 negara wilayah perwakilan dengan kerawanannya yang lebih tinggi dari wilayah perwakilan lainnya. Negara paling rawan secara berturut-turut adalah Malaysia, Amerika Serikat, Hongkong, Jepang, Australia. Kemudian Qatar, Taiwan, Belanda, Korea Selatan, Mesir, Singapura, Oman, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Brunei Darussalam, Abu Dabi, Jerman, dan Filipina. Dari sekian negara, Malaysia mendapat perhatian lebih. Ini karena Malaysia menjadi negara paling rawan terjadi pelanggaran terhadap pemenuhan hak pilih dan kualitas daftar pemilih dalam pelaksanaan pemilihan umum 2024. Ini berdasarkan data yang dihimpun Bawaslu. Bahwa pelanggaran terhadap pemenuhan hak pilih dan kualitas daftar pemilih dalam pelaksanaan Pemilihan Umum 2024 di luar negeri potensial akan terjadi di Malaysia. "Malaysia adalah negara paling rawan karena memiliki 6 daerah perwakilan dengan jumlah pemilih lebih dari setengah dari seluruh data pemilih di luar negeri," terang Anggota Bawaslu Herwyn Malonda di Jakarta. "6 daerah tersebut adalah Kuala Lumpur, Johor Bahru, Kota Kinabalu, Kuching, Penang dan Tawau," lanjutnya. Kata Herwyn, salah satu faktor kerawanan tinggi pada negara-negara tersebut adalah jumlah WNI yang besar. dengan tingkat perubahan peristiwa masuk dan keluar yang tinggi dengan tantangan administrasi. "Tidak semua perpindahan penduduk dari dan ke luar negeri tercatat baik di KBRI, Kantor Imigrasi, BP2MI, dan lembaga negara lainnya yang menyelenggarakan urusan perlindungan hak-hak warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri," ujarnya. Selain itu, pindah kewarganegaraan WNI yang tidak tercatat, paspor WNI yang masa berlakunya habis lebih dari lima tahun atau tidak tanggal berlaku tidak tercantum. WNI yang tidak memiliki KTP elektronik atau paspor yang valid, ditahannya paspor WNI yang bekerja sebagai buruh migran atau pekerja domestik oleh majikan. Sehingga tidak dapat menunjukkan paspornya dan potensi data kependudukan yang masih beralamat di Indonesia. "Sehingga diperlukan antisipasi terhadap penambahan pemilih melalui mekanisme Daftar Pemilih Khusus (DPK)," ungkapnya. Tidak hanya pemenuhan hak pilih ungkap Mantan Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara itu, pemungutan suara model Kotak Suara Keliling (KSK) dan Pos, memiliki potensi kerawanan tinggi. Karena dapat disalahgunakan dengan menggunakan hak pilih orang lain. Lagi dia mencontohkan Malaysia, di mana untuk metode KSK di sana, menggunakan mobil yang menyebabkan DPT tidak ditempelkan. Dengan begitu akan sulit untuk memastikan pemilih yang hadir apakah masuk dalam DPT atau DPK. Kemudian untuk metode pos, temuan Bawaslu di sana, penyelenggara pemilu tidak maksimal melaksanakan tugas, fungsi, dan kewajibannya karena surat suara yang dikirim melalui pos tanpa bertemu langsung dengan pemilih. "Pemungutan suara model KSK dan Pos di Malaysia, diperlukan antisipasi dengan memastikan pemilih dengan metode KSK dan Pos adalah pemilih yang benar dan sah," ucapnya.(*)
Kategori :