Kiamat Makin Dekat! Akibat Suhu Bumi Makin Panas, Angka Kematian Diperediksi Meningkat
Kiamat makin dekat akibat pemanasan global--
BACA JUGA:Mentan Yakin Rawa Bantu Amankan Stok Pangan Indonesia, Juga Melupakan Impor, Ini Strateginya
Kemudian jangan lupa berolahraga jika cuaca sudah tidak terlalu panas, dan jika mengalami gejala sakit segera cari pertolongan medis.
"Kerusakan iklim sudah terjadi dan umat manusia sedang menghadapi masa depan yang tak dapat ditahan," ujar Sekretaris Jenderal PBB.
"Kita telah melihat malapetaka kemanusiaan yang terjadi pada kesehatan dan mata pencaharian milyaran orang didunia yang terancam akibat panas pemecah rekor, kekeringan, yang menyebabkan gagal panen, kenaikkan terjadinya kelaparan, meningkatkan wabah penyakit infeksi, pun banjir dan badai yang mematikan," tutup Sekjen PBB dikutip dari instagram ussfeeds.
Salah satu faktor penyebab naiknya suhu di bumi juga bisa diakibatkan oleh berkurangnya vegetasi di hutan.
BACA JUGA: Indonesia Alami Bonus Demografi, Wamenparekraf Dorong Generasi Muda Harus Ambil Peran Ini
Banyaknya tanaman yang berkurang ini disebabkan oleh beberapa hal seperti penggundulan hutan untuk pembangunan, pengambilan kayu secara ilegal di hutan, kebakaran hutan.
Peningkatan suhu Bumi disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) dari pembakaran bahan bakar energi fosil seperti batu bara dan sejenisnya.
Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO), jika kenaikan suhu global mencapai 3,5 derajat Celcius, maka akan terjadi krisis pangan global.
Menurut Dwikorita seharusnya rata-rata suhu di Indonesia berkisar 26,6 derajat Celsius, tapi saat ini rata-rata suhu sudah mencapai 27 derajat Celcius.
BACA JUGA:Utang Indonesia Turun US$ 393,7 Miliar, BI Beri Penjelasan Faktor Penyebabnya!
Meningkatnya suhu di musim panas pada 2023 ini adalah kemunculan El Nino setelah periode panjang La Nina.
Dampak pemanasan global yang paling utama adalah mencairnya es di kutub karena suhu bumi meningkat.
Dalam 30 tahun terakhir, jumlah es di kutub yang mencair akibat pemanasan global mencapai 28 triliun ton.*